Day: June 23, 2024

Ratih

Photo by Karolina Grabowska on Pexels.com

“Martabak? Terang bulan?” sahut Ratih sekenanya, sambil mengendurkan headphone yang menutup telinga kirinya. Mukanya tampak lucu menatap lawan bicaranya yang malah berubah merah.

“Martabak? Martabat! Mar-ta-BAT, tujuh huruf! Bahasa Inggris,” gemas, Dani berseru. Dia tahu konyol sekali menanyakan jawaban TTS di hadapannya kepada Ratih. Ia sendiri sudah punya jawaban, sambil hati-hati mengisikan dignity ke dalam kotak-kotak mendatar di koran itu.

“Apa sih?” Ratih membuka seluruh headphone-nya.

“Martabat, sudah ketemu, dignity,” tandas Dani lagi.

“Oh,” akhirnya paham, “eh, tapi kok dignity, martabat itu lebih dekat ke prestige daripada dignity, kalau dignity mah harga diri.”

Dani menatap Ratih sejenak, lalu menghela napas panjang. “Ya, kamu benar. Tapi kadang dalam TTS itu, pilihannya nggak selalu yang paling tepat, prestige itu 8 huruf,” katanya sambil melipat korannya. “Memangnya nggak boleh diartikan harga diri?”

Ratih tersenyum tipis. “Nggak tahu, cuma tiba-tiba kepikiran aja. Kan sesuai, tuh. Serasa kalau martabat tuh ada pride-nya.”

Dani mengangguk mengiyakan, sambil mengamati Ratih yang kembali memutar musik dari headphone-nya. Dia teringat perbincangan mereka beberapa hari yang lalu, ketika mereka berdebat tentang hal-hal kecil seperti ini. Namun, ada sesuatu dalam cara Ratih berbicara yang membuat Dani merenungkan lebih dalam.

Pikirannya teralihkan, ia menatap ke luar jendela, melihat anak-anak bermain di halaman depan. Terdengar tawa riang mereka, seakan dunia hanya dipenuhi oleh kebahagiaan sederhana. Dani memikirkan tentang martabat dalam konteks kehidupannya sendiri, dalam tindakan sehari-hari, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain, dan keputusan yang ia buat.

Ratih melepas headphone-nya lagi, kali ini menatap Dani dengan tatapan penasaran. “Kok jadi melamun, lagi mikir apa, Dan?”

Dani tersenyum, mengangkat bahu. “Nggak ada apa-apa. Cuma mikir aja, betapa kata-kata bisa punya banyak makna. Martabat, dignity, prestige… semuanya punya rasa yang beda.”

Ratih tertawa kecil. “Iya, benar. Tapi itu hanya permainan kata, kan?”

Dani mengangguk. “Ya, yang penting dalam kesehariannya. Kadang yang kita anggap penting cuma soal perspektif.”

Mereka berdua kembali hening, menikmati momen tenang bersama. Di luar, suara anak-anak semakin ramai, membawa Dani kembali ke masa kecilnya, ketika semuanya lebih sederhana dan tak ada yang perlu dipikirkan selain bermain dan belajar.

“Aku ingat waktu kecil,” Dani mulai berbicara lagi, “bermain seperti mereka di sana itu, di halaman yang sama. Dalam permainan selalu ada yang ingin jadi pahlawan, sepertinya itu sesuai dengan kata yang tadi itu. Pahlawan yang bermartabat dan dihormati.”

Ratih tersenyum mendengar cerita Dani. “Dan sekarang? Apa yang kamu rasakan?”

Dani terdiam sejenak, lalu berkata, “Sekarang aku merasa, martabat itu bukan sesuatu yang diberikan oleh orang lain. Itu adalah sesuatu yang kita bangun sendiri, melalui tindakan kita dan bagaimana kita menjalani hidup. Orang lain lebih hanya ‘memandang’,” sambil tangannya memberi tanda kutip.

Ratih mengangguk pelan, mengerti tanpa perlu kata-kata lebih lanjut. Mereka duduk dalam diam, menikmati kebersamaan dan pemahaman tanpa perlu penjelasan panjang lebar. Di dalam keheningan itu, ada pengakuan bahwa mereka sedang menemukan makna yang mereka sepakati sendiri, tanpa perlu mengatakannya secara eksplisit.

“Pesan martabak yuk. Lapar.”

[notokuworo.]

Reverse Chronology

Photo by Philipp Aleev on Pexels.com

Teknik narasi reverse chronology, atau kronologi terbalik, adalah metode bercerita yang menyajikan peristiwa dari akhir menuju awal. Berbeda dengan narasi konvensional yang mengikuti urutan waktu linier, teknik ini membalik alur cerita, mengungkapkan kejadian-kejadian secara terbalik. Metode ini menawarkan perspektif yang unik dan dapat menciptakan ketegangan serta kejutan yang efektif dalam sebuah cerita.

Salah satu keuntungan utama dari teknik reverse chronology adalah kemampuannya untuk menciptakan ketegangan dan kejutan. Karena pembaca mengetahui akhir cerita sejak awal, mereka tertarik untuk memahami bagaimana situasi tersebut bisa terjadi. Hal ini menumbuhkan rasa penasaran yang kuat, mendorong pembaca untuk terus membaca dan mencari jawaban. Selain itu, teknik ini memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi tema-tema kompleks seperti sebab-akibat dan penyesalan dengan cara yang mendalam dan menarik.

Meskipun menawarkan banyak keuntungan, teknik ini juga memiliki tantangan tersendiri. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga kesinambungan dan konsistensi alur cerita. Penulis harus berhati-hati agar setiap bagian cerita tetap masuk akal ketika dibaca mundur. Selain itu, mengungkapkan informasi secara terbalik dapat membingungkan pembaca jika tidak dilakukan dengan hati-hati. Penulis harus memastikan bahwa setiap adegan dan detail terungkap secara jelas dan logis, meskipun dalam urutan yang tidak biasa.

Langkah-Langkah Menulis dengan Teknik Reverse Chronology

  1. Mulai dengan Akhir Cerita: Tentukan bagaimana cerita Anda berakhir. Akhir ini akan menjadi titik awal dalam narasi Anda.
  2. Susun Garis Waktu Terbalik: Buatlah garis waktu dari akhir menuju awal, mengidentifikasi peristiwa penting yang mengarah ke akhir cerita.
  3. Tuliskan Setiap Adegan: Tuliskan setiap adegan sesuai dengan urutan waktu terbalik. Pastikan setiap adegan mengungkapkan sedikit demi sedikit informasi yang relevan.
  4. Perhatikan Konsistensi: Pastikan setiap detail tetap konsisten dan logis dalam urutan terbalik.
  5. Buat Transisi yang Mulus: Buatlah transisi yang halus antara adegan-adegan, sehingga pembaca dapat mengikuti alur cerita dengan mudah.

Salah satu contoh terkenal yang menggunakan teknik ini adalah film “Memento” karya Christopher Nolan. Film ini mengisahkan perjuangan seorang pria dengan kehilangan ingatan jangka pendek, yang berusaha memecahkan misteri pembunuhan istrinya. Cerita diungkapkan secara terbalik, dengan setiap adegan membawa penonton mundur ke kejadian sebelumnya, menciptakan pengalaman yang menegangkan dan penuh kejutan.

Teknik narasi reverse chronology adalah alat yang kuat dalam arsenal seorang penulis. Dengan menawarkan cara bercerita yang tidak biasa, teknik ini dapat menciptakan ketegangan, kejutan, dan pemahaman yang mendalam tentang tema-tema tertentu. Meskipun menantang, dengan perencanaan yang matang dan perhatian terhadap detail, teknik ini dapat menghasilkan cerita yang mengesankan dan tak terlupakan bagi pembaca.