Month: November 2010

Kalau Sudah Begini ..

Photo by Daria Shevtsova on Pexels.com

Kalau sudah begini, aku jadi ingin mendekapmu lebih erat, menikmati dinginnya angin di lereng ini. Dan bercerita kepadamu tentang hidup yang aku tahu. Dan menikmati saat-saat dimana kita bisa begitu dekat. Membuka tirai-tirai masa-masa yang sudah lewat. Darinya kita bisa berkaca. Membentangkan cermin yang memantulkan siapa kita. Mengaca pada kehebatan-kehebatan masa lampau. Biasanya kita akan bersandar di dipan dekat pintu ke balkon yang banyak angin itu. Membiarkan pintunya terbuka sedikit, dan hembusan angin itupun membawa kita kepada kesejukan yang acap menggigit.

Kalau sudah begini, aku juga ingin menceritakan hari-hari yang sedang kulalui. Apa saja yang sudah kucapai dalam hidup dan kenapa aku menjalaninya. Lantas aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaanmu tentang kenapa kita harus terpisah ribuan kilometer dan bertemu sesekali seperti ini. Dan kita harus mengulang lagi dari awal kenapa dulu kita begini. Aku akan segera berpikir keras untuk membuatmu tertawa. Agar kita segera melupakan kenapa jarak selalu bisa membuatmu menangis. Mungkin juga bukan karena jaraknya. Entahlah ..

Kalau sudah begini, aku akan memelukmu lebih erat, mendengarkan kau bercerita tentang pengalamanmu di tempat kerja, caramu yang mencereweti rekan kerjamu dan menenangkanmu dari amarahmu pada orang-orang yang biasa mengesalkan harimu. Menyandarkan kepalamu di dadaku, dan membelai rambut yang terurai menyelimuti kita. Dan seringkali sedikit angin yang berhembus akan menyibak rambutmu dan akupun menatanya kembali. Sambil menatap ke dalam beningnya matamu, aku akan ganti bercerita tentang bagaimana aku harus bersama-sama suku yang masih tertinggal. Dan bertemu dengan orang-orang yang sama sekali baru, bahkan bahasa yang digunakannya. Matamu acap membelalak dan segera banyak pertanyaanpun meluncur dari bibirmu yang menggairahkan itu.

Kalau sudah begini, aku sering menghabiskan ceritaku di bibirmu. Dan melupakan sejenak dimana kita berada. Berdekatan denganmu memang selalu membawa getar itu. Dan bersamamu aku pasti ingin menumpahkan rinduku, seperti biasanya cara yang kita kenal. Hanya saja karenanya, kita tidak bisa menuntaskan cerita-cerita. Dan bila sudah saja kitapun akan terlena. Kita akan terbuai angin yang membelai lembut kulitmu dan segera akan mengusikku untuk menutupkan selimut dari ujung kakimu. Dan kitapun menuntaskan malam itu. Tapi aku tidak akan segera tertidur.

Kalau sudah begini, aku justru akan menghabiskan malam dengan memandangi wajahmu. Terkadang mendaratkan bibirku ke dahimu. Mengawalmu sekuatku, memandangi dengkur halusmu, dan kadang aku tak tahan untuk tidak menitikkan airmata mensyukuri betapa beruntungnya aku memilikimu. Selamat malam, sayang. Selamat tidur.

[Murnajati, Lawang]

Kau Tahu Kan?

Photo by Valentin Antonucci on Pexels.com

Pooh

Kau tahu aku sangat sayang kepadamu, apakah rasa sayangku begitu menakutkanmu? Aku bukan beruang grizzly yang akan mengamuk bila tidak bertemu makanan. Lihat aku sebagai Pooh yang suka dengan madu yang manis. Aku akan diam di pojokan, mencicipi sedikit harimu, dan senang melihatmu bersinar begitu indahnya. Dan akan ikut murung, termangu bila kau kehilangan arah. Tapi jangan takuti rasa sayangku. Itu gratis. Aku tidak meminta retribusi darimu. Ia tidak memerlukan pajak pelayanan dan cukuplah baginya mewarnai sedikit harimu. Sulitkah itu?
Kau tahu aku akan selalu menggandeng hatimu. Meski sekarang kau merasa gamang, aku akan tetap mengulurkan hatiku sampai kau tahu disana aman. Tempat kau berteduh saat gerimis. Bermain di pagi hari yang terang. Berselimut nyaman pada saat malam. Janji? Bukan, aku juga tidak tahu apakah suatu saat hatiku akan gundah dan justru meminta berteduh, bermain dan selimut malah kepadamu. Maukah kau sedekat itu kepadaku?
 
Kau tahu kalau kau dekat aku, seluruhku bergetar menyambutmu. Melupakanku akan duniaku, hanya satu keinginan dan itu adalah bersamamu selalu. Penuh getar kerinduan. Kecintaan. Nafsu? Mungkin. Terkadang memang ada sebagian dari diriku yang secara otonom memasrahkan pada gairah yang memuncak hanya untuk memilikimu. Apakah ini mengekangmu? Tapi kalau aku tidak punya hasrat kepadamu bukankah itu tidak lebih dari sahabat yang memperhatikanmu. Aku ngga ingin jadi sekedar sahabat kok. Dan memang aku punya itu. Salah? Tergantung. Menakutkan? Apa aku kelihatan seperti akan menerkammu? Kalau kau memang merasa seperti itu, maafkan aku, terus terang memang kadang-kadang itu yang kurasakan. Tapi aku kan cukup sopan untuk tidak melakukan. Ada ratusan cara menyatakannya bahkan tanpa harus menyentuhmu.
 
Kau tahu aku begitu memperhatikanmu .. setiap detil yang bisa kutahu ingin kubahas bersamamu. Apakah aku terlalu memaksamu? Apakah kau benar-benar terpagari? Aku akan diam kalau kau tidak ingin bercerita. Dan kita duduk-duduk saja di atas papan-papan jembatan. Memandang ke arah Laut Jawa. Tapi jangan kau hentikan aku untuk memperhatikanmu. Toh aku ngga akan minta kau mengkavling pinggir laut ini. Aku cuma berdiri di tempat ku. Memangnya perhatianku bisa menusukmu dari sini? Terasa perihkah diperhatikan? Sulit sekalikah menerima perhatian .. Dan kalaupun kau buat batas-batas wilayah, kau tetap tidak bisa menghalangi perhatianku padamu. Nekat ? Bukan, ini komitmen. Kau akan banyak belajar kelak.
 
Paket lengkap kan? Gairah, Kedekatan dan Komitmen? Dan masih ada bonus lagi ditengah-tengahnya .. Rindu, Mencinta, Bertemu, Cemburu, Kehilangan, dan semua maqom rasa yang akan bermunculan untuk mendewasakanmu. Apa lantas semuanya akan beres? Entahlah, aku tidak pernah punya pikiran yang diberat-beratkan. Kalau kurasa aku mencintaimu ya kubilang gamblang aku mencintaimu. Dan kayaknya itu kau tahu sudah berulang-ulang. Terus kenapa harus kujelaskan? Karena aku ingin kau tahu dimensinya. Bukan hanya satu kata. Apa dengan begitu akan membuatmu mencintaiku? .. itupun entahlah, aku tidak menjabarkannya untuk itu  ..
Kau tahu kan ?

Menemani Perawan Matahari

neey17

Terbangun terhimpit ragamu kuapit
Menebar segenap kerinduan yang kian melangit 
Memuaskan dahaga kemesraan yang tertunda
Menyibakkan tirai keemasan yang menyelubungi muka
Memberimu rasa
Membiarkanmu terlena 
Menjagai nyenyakmu hingga malam beranjak ke pagi buta

Mengagumi semut beriring ..
Dasun tunggal ..
Lebah yang menggantung ..
Kupu-kupu kisi mata ..

Melucuti lelah netra dan risau jiwa 
Menunggui hembus napasmu hingga kau terjaga ..

November Rain

Photo by Daniel Frank on Pexels.com

.. And when your fears subside and shadows still remain
.. I know that you can love me when there’s no one left to blame
.. So never mind the darkness we still can find a way
.. Nothin’ lasts forever even cold November rain

Di saat hujan sedang membasahi beranda depan, alunan dari speaker terasa nyaman sampai di kuping. Sampai saat ini ngga ada rasanya lagu yang paling enak didengar di saat seperti ini selain November Rain dari Guns n Roses. Emang pas lagi November dan kayaknya waktu itu GnR sedang bagus moodnya waktu menciptakan lagu ini. Banyak lagu dari album yang sama dan sama suksesnya.

Bagaimanapun enaknya mendengarkan lagu adalah saat mengerti apa yang dinyanyikan oleh sang penyanyi. November Rain meskipun enak didengar dan dinyanyikan, belum sepenuhnya mewakili apa yang aku rasakan padamu. Lagu ini tentang perpisahan, atau setidaknya ancaman perpisahan. Lebih aneh lagi video clipnya malah tentang perkawinan .. tapi itu sih hak orang lain menterjemahkan lagunya. Bagiku ini tetap tidak mewakili.

Photo by Burak Kebapci on Pexels.com

Meski demikian kenangan berada di hujan bulan november tetap ada dalam ingatanku. Ingatkah kau saat kita pulang dari Bali? Kapal Ferri yang merapat di Ketapang, berbarengan dengan hujan yang mengguyur pelabuhan itu. Anak yang menawarkan payung itu sangat senang kita mengambil payungnya untuk disewa, kau dan akupun senang bisa berjalan mencari tempat berteduh di rinai hujan bulan november, merapatkan badan kita, dan mentertawakan kehidupan kita yang waktu itu rasanya makin menyenangkan.

Sebuah kedai yang buka di ujung jalan keluar dari dermaga itu, tempat kita mengeringkan ujung baju yang dibasahi oleh air yang memercik dari jalanan basah sepertinya tempat yang lebih romantis daripada cafe di Surabaya atau Jakarta. Ibu yang menyuguhiku kopi tubruk dan teh panas untukmu tampak memaklumi genggaman tanganku di tanganmu dan tubuh yang merapat menghilangkan jejak dingin yang kita rasakan. Kopinya biasa aja, tehnya pun biasanya yang kau suka adalah yang dingin. Dengan jeruk dipinggir gelasnya. Tapi kesempatan sekali dua dalam beberapa bulan adalah membuat kita terkenang dengan kedai ini.

November Rain bagiku adalah kenangan-kenangan manis. Meski kadang kita menangis.

Rumah Merah

Photo by Gord Maclean on Pexels.com

Sebuah rumah sudah kubangun untukmu. Rumah Merah. Anehnya sesaat sebelum kubuat online,  kau kirimkan fotomu di depan sebuah rumah yg berwarna merah, again we’re connected.

Besok ultahmu, Ta. Kurang dari setengah jam lagi. Aku pasti tidak ada disana. Hanya selalu doa tulus di kejauhan, dimana matahari selalu datang lebih pagi. Dan selalu berharap kita sama mendapatkan energi yang dipancarkannya.

Banyak kata selalu akan menjadikan aku banyak salah di hadapanmu. Padahal itu cuma sesekali dalam satu tahun. Tapi jangan kau kira aku tidak menikmati setiap menit pertemuan kita. Kita hanya perlu lebih belajar menghargai waktu.

Lembaran hidupku telah dan masih akan banyak kuisi dengan hadirmu, Ta. Caranya jangan kau batasi. Kita akan bertemu itu selalu pasti, berapa kalinya, akupun tak tahu. Bersabarlah dalam berkeinginan.

Sekali lagi, semoga Tuhan memberikan kesabaran, kesehatan dan jalan mudah kepadamu. Eh ini sudah ulang tahunmu. Disini sudah pukul 00.23. Happy Birthday, Sweetheart.

Hujan Nopember di awal kisah

Photo by Andrew Neel on Pexels.com

Hujan yang mengguyur November datang lebih awal
Tanah sudah basah ketika bulan mengganti nama

Biar kita nikmati waktu yang berlalu
Kita tautkan kisah-kisah masa lalu
Kita rangkai karena kuingin mengenalmu
Kita sulam karena ingin mencari hikmah untukmu

Biarkan tanahnya mulai mengering
Niscaya esok akan ada hujan lain yang membasahinya
Biarkan cerita-cerita menjadi tak genting
Bukankah kita beralih ke masa kini tuk memaknainya

November selalu basah saat itu ..
November resah saat kumerindukanmu
November baru awalnya
November mungkin tak tahu kapan akhirnya ..

Kau dan November datang bersama di hati dan hari-hariku ..

Nov 2010, Balestier Rd, Sg