Tag: Plot

Musuh Tanpa Wujud

Photo by George Becker on Pexels.com

Kita paham bahwa konflik karakter vs. karakter adalah yang paling umum, banyak cerita menampilkan protagonis yang bertarung melawan kekuatan antagonis. Tapi ada juga karakter berhadapan dengan masyarakat atau teknologi, alam, supernatural, atau bahkan dirinya sendiri, musuh yang tidak selalu mengambil bentuk manusia.

Jo March melawan perubahan dan dewasa (Little Women); John Nash melawan skizofrenia (A Beautiful Mind); Oskar Schindler melawan Nazi (Schindler’s List). Jadi, bagaimana Anda menulis adegan di mana karakter melawan sesuatu tanpa wujud?

Solusinya adalah menyediakan antagonis fisik bagi pahlawan yang mewakili musuh tersebut. John Nash menghabiskan sebagian besar ceritanya bertarung secara mental dan verbal dengan Parcher, Charles, dan Marcee—kepribadian yang tidak bisa dilihat orang lain tetapi nyata baginya. Schindler tidak bisa melawan seluruh tentara Jerman, Amon Goeth menjadi wajah Nazi yang dia lawan.

Jika Anda menulis cerita dengan musuh tanpa wujud, maka memang perlu menunjuk seorang sekutu — bawahan atau orang lain yang mewakili gagasan musuh. Mereka menjadi orang yang akan dihadapi pahlawan. Karakter protagonis akan bentrok dengannya dan pada akhirnya mengalahkannya.

Hal yang sama juga berlaku dengan seri di mana pahlawan dan antagonis utama tidak akan bertarung sampai dengan jilid terakhir. Perkenalkan antagonis yang lebih rendah di setiap buku yang akan berfungsi sebagai sparring partner dan seseorang bagi pahlawan untuk dihadapi dalam klimaks. Harry Potter adalah contoh yang paling mudah. Meskipun bentuk lain dari Voldemort juga ‘mewujud’ dalam bentuk buku, belakang kepala seorang guru dan lainnya. Atau munculnya tokoh-tokoh seperti Snape yang seolah menjadi antagonis. Tapi wujud Voldemort yang sesungguhnya baru bertarung di jilid terakhir.

Pada akhirnya, kunci untuk menulis adegan di mana karakter melawan sesuatu yang tidak berwujud adalah dengan memberikan bentuk konkret melalui karakter lain atau rintangan fisik yang mencerminkan musuh abstrak tersebut. Ini memungkinkan konflik tetap menarik dan terasa nyata bagi pembaca atau penonton.

[notokuworo.]

Menang, tapi ..

Photo by rebcenter moscow on Pexels.com

Selalu menarik melihat cerita di mana karakter mengalahkan musuhnya tetapi gagal mendapatkan apa yang dia inginkan. Klimaks yang pahit ini memberikan kerumitan bagi pembaca saat mereka mengalami berbagai emosi dan harus merenungkan peristiwa yang dialami oleh pahlawannya.

Tetapi bagaimana ini bisa terjadi? Apa artinya jika pahlawan mengalahkan antagonis tetapi tidak mencapai tujuannya selama adegan klimaks? Sebagian besar waktu, ini berarti bahwa tujuannya adalah tujuan palsu, dengan karakter menyadari bahwa tujuan mereka bukanlah apa yang sebenarnya mereka butuhkan atau inginkan.

Tujuan palsu dalam sebuah cerita sering kali digunakan untuk menunjukkan perkembangan karakter dan memberikan kedalaman lebih pada narasi. Ketika pahlawan mengalahkan antagonis tetapi tidak mencapai tujuan yang mereka inginkan, hal ini bisa berarti bahwa apa yang mereka kejar selama ini bukanlah kebutuhan sejati mereka.

Kalau bisa ditelusuri mungkin beberapa hal ini adalah penyebab terjadinya,

Pahlawan mungkin mengejar tujuan yang salah karena kesalahpahaman atau pengaruh eksternal. Pada klimaks, setelah mengalahkan antagonis, pahlawan menyadari bahwa tujuan sejati mereka sebenarnya berbeda. Pandangan yang salah tentang apa yang akan membuat mereka bahagia atau memuaskan. Setelah mengalahkan antagonis, mereka menyadari bahwa pencapaian tujuan tersebut tidak memberikan kepuasan yang diharapkan. Ini bisa mengarah pada introspeksi dan pencarian makna yang lebih dalam.

Selama perjalanan cerita, karakternya berkembang. Tujuan awal mereka mungkin penting di awal cerita, tetapi seiring perkembangan, nilai-nilai dan prioritas mereka berubah. Kemenangan atas antagonis menjadi simbol kemenangan pribadi, tetapi tujuan asli mereka tidak lagi relevan atau diinginkan.

Atau yang beberapa hari ini kita bicarakan, konflik utama pahlawan mungkin bersifat internal. Meskipun mereka berhasil mengalahkan antagonis eksternal, masalah internal seperti rasa bersalah, ketakutan, atau trauma masih ada. Kemenangan eksternal tidak menyelesaikan konflik internal ini, dan pahlawan harus menghadapi dan menyelesaikannya sendiri.

Tujuan pahlawan adalah tujuan palsu dapat memperkuat tema cerita. Misalnya, sebuah cerita tentang ketamakan dan ambisi mungkin menunjukkan bahwa pencapaian material tidak akan membawa kebahagiaan sejati. Kemenangan atas antagonis menyoroti pelajaran ini, meskipun pahlawan tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dengan menggabungkan elemen-elemen ini, cerita bisa menjadi lebih kompleks dan memuaskan secara emosional bagi pembaca. Pembaca diajak untuk merenungkan makna dari kemenangan pahlawan dan belajar bahwa seringkali, perjalanan itu sendiri yang lebih penting daripada tujuan akhirnya.

[notokuworo]

Berlatih: Mengejar Layang-Layang

Photo by Quang Nguyen Vinh on Pexels.com

The Kite Runner

Dalam novel ini, konflik utamanya adalah antara Amir dan rasa bersalah yang mendalam karena mengkhianati sahabatnya, Hassan, yang merupakan konflik internal. Konflik ini dipicu oleh kejadian traumatis saat Amir menyaksikan Hassan diperkosa oleh Assef tanpa melakukan apa pun untuk menolongnya. Selain itu, ada konflik eksternal yang dihadapi Amir, seperti perpecahan keluarga, perang di Afghanistan, dan perjuangan untuk membangun kehidupan baru di Amerika. Konflik lain termasuk hubungan rumit Amir dengan ayahnya, Baba, dan upaya Amir untuk mendapatkan pengampunan dan penebusan.

Amir adalah seorang anak laki-laki dari keluarga kaya di Kabul, Afghanistan, yang tumbuh bersama sahabatnya, Hassan, yang merupakan anak pelayan Hazaranya. Konflik internal yang dihadapi Amir termasuk rasa bersalah dan penyesalan atas pengkhianatannya terhadap Hassan, serta ketidakmampuannya untuk mendapatkan cinta dan penghargaan dari ayahnya, Baba. Konflik eksternal meliputi berbagai tantangan yang dihadapi Amir saat tumbuh dewasa, termasuk invasi Soviet, pelarian ke Amerika, dan kembali ke Afghanistan yang dilanda perang untuk menebus kesalahannya. Konflik-konflik ini mendorong Amir untuk berkembang dari seorang anak yang egois menjadi pria yang berusaha mencari penebusan dan pengampunan.

Motivasi utama Amir adalah untuk mendapatkan pengampunan atas dosa-dosanya dan menebus kesalahan yang ia lakukan terhadap Hassan. Taruhan tinggi dalam cerita ini termasuk harga diri Amir, hubungan dengan ayahnya, dan masa depannya di tengah situasi politik yang kacau. Taruhan ini membuat konflik lebih mendesak dan mendorong Amir untuk menghadapi masa lalunya yang menyakitkan demi mencapai penebusan.

Tema utama dalam cerita ini adalah penebusan, pengampunan, dan persahabatan. Konflik yang dihadapi Amir membantu memperdalam tema ini, dengan menyoroti pentingnya menghadapi kesalahan masa lalu dan berusaha untuk memperbaikinya. Misalnya, perjalanan Amir kembali ke Afghanistan dan usahanya untuk menyelamatkan Sohrab, anak Hassan, menunjukkan upaya keras untuk menebus kesalahan dan mencari pengampunan. Tema persahabatan juga dieksplorasi melalui hubungan Amir dan Hassan, serta bagaimana persahabatan mereka diuji oleh pengkhianatan dan kesetiaan.

Dilema yang dihadapi Amir termasuk apakah ia harus mengakui kesalahannya kepada Hassan dan menghadapi konsekuensi dari tindakannya atau melarikan diri dari rasa bersalahnya. Konsekuensi dari keputusannya untuk tidak segera mencari pengampunan termasuk kerusakan psikologis yang mendalam dan rasa bersalah yang terus menghantuinya. Pilihan ini menunjukkan bagaimana Amir tumbuh menjadi lebih berani dan bertanggung jawab, serta memperkuat tema cerita.

Dalam adegan di mana Amir akhirnya menghadapi Assef di Afghanistan untuk menyelamatkan Sohrab, konflik ini menambah ketegangan dan drama. Adegan ini menunjukkan bagaimana Amir harus menghadapi ketakutannya dan mengambil tindakan yang berani untuk menebus kesalahannya. Perkembangan karakter Amir terlihat dari bagaimana ia belajar untuk memaafkan dirinya sendiri dan mencari cara untuk memperbaiki hubungan dengan masa lalunya. Ini menunjukkan perjalanan dari rasa bersalah dan penyesalan menuju penebusan dan pengampunan.

Jadi siapa Penjahatnya?

Photo by Sebastiaan Stam on Pexels.com

Konflik sering muncul ketika tujuan, kebutuhan, dan keinginan protagonis berbenturan dengan lawan mereka. Dua karakter ini mungkin memiliki sejarah bersama, menjadi kenalan baru, atau menyadari keberadaan satu sama lain tanpa pernah bertemu secara fisik. Apa pun kasusnya, gesekan ada, dan saat taruhannya meningkat dan tujuan karakter semakin dekat, ketegangan di antara keduanya tumbuh. Mereka akhirnya bertarung dalam kontes kehendak, kekuatan, dan pikiran sampai salah satu menang.

Lawan karakter akan menyebabkan banyak konflik, jadi penting untuk mengetahui niat dan motivasi mereka. Meskipun ini bukan daftar yang lengkap, berikut adalah beberapa lawan yang mungkin dihadapi protagonis, beserta perbedaan antara masing-masing jenis antagonis.

Kompetitor: Jenis Lawan ini bisa muncul dalam 2 bentuk:

  1. Seseorang yang memiliki tujuan yang sama dengan protagonis dan akan menantang siapa pun yang bersaing untuk itu. Bisa bad guy, bisa juga bukan. Biasanya disini kekuatan seimbang pada setiap kompetitor, baik dari kemampuan, keterampilan, sumber daya, atau aset lain yang membuat hasilnya tidak pasti. Yang hendak dijadikan kemenangan adalah tujuan utama yang sama dari tipe kompetisi seperti ini.
  2. Sama dengan yang pertama tapi kali ini dia hanya berkompetisi dengan protagonis. Biasanya ada latar belakang emosional untuk kompetitor ini sehingga target persaingannya bukan hanya mencapai tujuan utamanya tapi juga mengalahkan protagonis. Mungkin keduanya berasal dari tempat yang berbeda atau tergabung dalam tim atau keluarga yang bersaing. Atau, perbedaan dalam keyakinan, latar belakang, atau keuntungan mungkin berperan dalam hubungan tersebut. Dalam kasus ini, kemenangan bisa berarti membuktikan nilai diri.

Antagonis: Ini sering menjadi istilah umum yang mewakili banyak lawan dalam cerita, apakah mereka menentang protagonis pada titik penting atau berkali-kali sepanjang cerita. Mereka bisa berupa kelompok, tapi juga bisa perorangan. Yang pasti protagonis mengahalangi atua membuat mereka lebih sulit mencapai tujuan mereka. Jika antagonis adalah orang, mereka akan memiliki misi atau agenda yang berlawanan dengan protagonis dan mungkin cukup menonjol untuk memiliki busur karakter mereka sendiri.

Kekuatan Antagonis: Musuh yang berdiri di antara karakter protagonis dan tujuannya tidak harus berupa orang untuk menjadi lawan yang kuat. Bergantung pada cerita, kekuatan antagonis mungkin berupa cuaca atau elemen alam (vortex polar yang brutal di The Day After Tomorrow), hewan atau kondisi (semua hal yang bermunculan dalam Hunger Games), atau sistem atau masyarakat yang tidak adil (faksi sosial dalam Divergent). Dengan teknologi yang semakin terintegrasi ke dalam dunia kita, kita melihat lebih banyak contoh ketidakadilannya dieksplorasi dalam fiksi dan film; I, Robot dan The Terminator adalah contoh yang terkenal. Kemungkinan menarik lainnya adalah ketika karakter protagonis tersebut adalah musuh terburuk mereka sendiri, dan pertarungan antara ketakutan dan harapan terjadi di dalam dirinya.

Penjahat: Penjahat berbeda dari antagonis atau musuh dalam arti bahwa ada elemen kejahatan atau niat khusus untuk menyakiti orang lain. Sesuatu telah memutarbalikkan pandangan dunia mereka dan membuat mereka menjadi orang yang panduan moralnya berjalan di jalur yang sangat berbeda. Penjahat menganggap tujuan dan keinginan mereka lebih penting daripada orang lain sehingga tidak ada masalah dalam menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalan mereka. Penjahat menargetkan protagonis secara khusus karena alasan pribadi—entah protagonis melakukan sesuatu yang menghalangi mereka untuk mencapai tujuan mereka.

Musuh: Tipe musuh ini adalah ancaman bagi protagonis dan orang-orang yang sejalan dengan mereka. Musuh bisa berupa orang, kelompok, keluarga, atau bahkan konsep yang mengancam untuk melakukan kerusakan besar. Jika musuh adalah seseorang yang dulu memiliki hubungan baik dengan karakter protagonis. Begitu keduanya memilih oposisi, keterikatan sebelumnya dibuang. Apa yang menarik tentang para karakter ini adalah bagaimana kedua belah pihak dalam konflik akan melihat yang lain sebagai “musuh.” Label ini diberikan oleh sudut pandang daripada fakta. Dalam perang, masing-masing pihak memiliki musuh. Dalam pertengkaran keluarga, setiap peserta melihat kerabat yang berlawanan sebagai orang jahat.

Penyerbu: Tipe lawan lainnya adalah yang mencoba mengganggu status quo: mereka menginginkan apa yang Anda miliki—baik itu tanah, kekuasaan, sumber daya, atau nyawa—dan ada di sana untuk mengambilnya. Mereka adalah alien yang muncul di Independence Day, Death Eaters yang mengepung Hogwarts atau lainnya. Penyerbu percaya mereka berhak mendapatkan sesuatu, jadi mereka meraihnya. Mereka mungkin percaya bahwa melakukannya akan membebaskan orang dari tirani atau penindasan (yang mungkin atau mungkin tidak benar), dan seperti dengan musuh, melabeli seseorang sebagai penyerbu daripada pembebas akan tergantung pada sisi pagar mana karakter berada.

Frenemy: Tipe lawan yang menarik ini adalah seseorang yang bisa bergaul dengan karakter dan mungkin sejalan pada waktu tertentu, tetapi ada persaingan yang membutuhkan perisai emosional untuk selalu ada. Karakter protagonis tahu bahwa dia hanya bisa mempercayai orang ini sejauh ini sebelum kepentingan pribadi muncul, dan kemudian semuanya menjadi urusan sendiri-sendiri. Hubungan frenemy sering terjadi di antara rekan-rekan (rekan kerja, anggota kelompok sosial yang sama, pejuang di parit, dll.), dan perdamaian dijaga selama kondisi tetap seperti adanya. Begitu posisi karakter ditingkatkan (mereka diberi perhatian lebih, keuntungan, ditawari kesempatan), persaingan dimulai.

Pembenci (haters): Lawan ini adalah orang yang melihat karakter protagonis sebagai tidak pantas menerima hal-hal baik yang datang kepada mereka. Secara umum, para pembenci berjuang dengan kesuksesan orang lain, mungkin karena rasa iri, cemburu, dan perasaan tidak memadai pribadi. Tetapi jika mereka melekat pada karakter, itu karena ada sesuatu yang spesifik yang diinginkan oleh si pembenci. Para lawan ini bisa menipu, memperhitungkan, dan manipulatif serta menjadikan misi mereka untuk menghilangkan apa pun yang mereka anggap tidak pantas: penghargaan, rasa hormat, reputasi positif, kebahagiaan, atau sesuatu yang lain.

Pengganggu: Tipe lawan ini mendapatkan kekuatan dengan mengendalikan orang lain. Pengganggu bisa ada di lingkungan mana pun, mulai dari bos yang kejam yang senang menekan karakter di tempat kerja, hingga saudara yang lebih tua yang tidak pernah kehilangan sensasi menyelipkan kebencian, hingga pelanggan yang kasar dan menuntut yang menghidupkan kembali rasa penting diri mereka dengan membuat orang lain merasa kecil. Pengganggu bisa siapa saja, dan semakin dekat mereka dengan karakter , semakin mereka bisa mengeksploitasi kelemahan.

Ada kemungkinan akan ada orang di sekitar karakter yang memiliki pendapat kuat dan tidak takut untuk mengungkapkannya. Tetapi jika mereka melewati batas dengan terus-menerus mencoba memasukkan diri atau ikut campur, mereka menjadi pengganggu. Tipe lawan ini agak pasif-agresif, menawarkan umpan balik yang tidak diminta dan nasihat yang mengganggu—atau, lebih buruk, secara aktif ikut campur untuk mencapai tujuan tertentu karena mereka percaya itu yang terbaik. Pengganggu bisa menjadi tantangan karena mereka sering kali adalah anggota keluarga atau orang yang memiliki keterikatan emosional dengan karakter. Jadi, daripada langsung menegur dan mengecam perilaku tersebut, karakter protagonis mungkin menahannya sampai akhirnya meledak.

Nemesis: Sekali dalam waktu yang sangat lama, muncul lawan yang kuat, tak kenal lelah, dan abadi. Ini adalah musuh yang, sampai saat ini, belum pernah terkalahkan. Nemesis karakter Anda adalah bayangan di ujung jalan gelap, sosok yang selalu ada, tepat di luar pandangan. Mereka menghambat kebahagiaan dan kepuasan karakter Anda karena kehadiran mereka adalah duri yang bisa diobsesikan tetapi tidak bisa dihilangkan. Superman memiliki Lex Luthor, Profesor Xavier memiliki Magneto, dan Harry Potter memiliki Voldemort. Kedua karakter mendambakan kehancuran atau penghapusan yang lain tetapi tidak mampu mewujudkannya. Hubungan nemesis-protagonis mungkin sangat cocok untuk cerita epik dan serial.

Penantang: Terkadang karakter protagonis sudah cukup kuat —bahagia, aman, dan terkendali. Penulis yang cerdas menyadari bahwa orang bahagia di dunia bahagia membosankan. Maka disini biasanya dimasukkan lah penantang—seseorang yang akan mengganggu status quo dengan menantang apa yang dimiliki karakter. Apa yang dulunya pasti sekarang menjadi tidak pasti, dan alih-alih melaju menuju kemenangan, karakter Anda akan menghadapi perjuangan. Penantang bisa menjadi alternatif yang menyegarkan untuk dinamika orang baik/penjahat karena mereka tidak perlu memiliki motivasi gelap atau jahat untuk menginginkan hal yang sama dengan karakter Anda. Bahkan, terkadang protagonis Anda juga bisa menjadi penantang dalam dinamika ini.

Kekuatan Supranatural: Lawan yang tidak manusiawi memberikan tantangan khusus bagi protagonis karena mereka akan memiliki kekuatan dan kemampuan yang tidak dimiliki karakter. Ini membuat pertandingan menjadi tidak seimbang, terutama jika aturan dan hukum protagonis tidak berlaku untuk kekuatan supranatural tersebut. Kekuatan supranatural juga bisa bersifat jahat—artinya, kewarasan, nyawa, atau jiwa (atau jiwa orang yang dicintai) karakter mungkin dipertaruhkan.

Konflik dengan lawan bisa bersifat langsung atau tidak langsung, tetapi selalu membutuhkan alasan untuk ada. Sebaiknya tidak memilih antagonis hanya karena membutuhkan seseorang untuk dikalahkan. Menggali hubungan antara protagoni dan salah satu atau banyak jenis antagonis yang dicontohkan diatas, bisa membuatnya lebih berarti.

Gali lebih dalam mengapa masing-masing karakter dengan mendefinisikan tujuan mereka dan bagaimana orang lain menghalangi. Berikan kedua belah pihak alasan yang masuk akal untuk berselisih. Siapa yang memiliki sesuatu untuk dibuktikan dan mengapa? Apakah mereka memiliki moral yang tertanam kuat yang tidak memungkinkan mereka untuk berpaling dari jalan mereka yang berbahaya? Apakah salah satu identitas mereka dipertaruhkan? Pikirkan tentang apa yang mungkin rela dikorbankan oleh masing-masing pihak dan mengapa, dan siapa yang dikendalikan oleh bias, rasa sakit masa lalu, atau ketidakmampuan untuk memaafkan atau melupakan.

[notokuworo.]

Pilihan dan Konsekuensi

Photo by Andres Ayrton on Pexels.com

Saat kita berpikir tentang mekanisme sebuah cerita, pikiran kita langsung tertuju pada plot dan karakter, dua elemen besar dalam fiksi. Ini memang benar—kita membutuhkan karakter sentral dan peristiwa luar yang akan menantang dan membentuk mereka. Kecuali kita bisa menghubungkan keduanya sehingga karakter bergerak aktif menuju tujuan mereka, elemen-elemen ini hanya ada, dalam keadaan diam, menunggu. Tidak ada yang terjadi. Tidak ada “selanjutnya.”

Jadi, bagaimana kita menghubungkan karakter dan plot untuk memulai cerita?

Pikiran pertama yang muncul mungkin adalah insiden pemicu—sebuah peluang, konflik, atau masalah yang mengganggu status quo karakter. Dan, ya, ini adalah peristiwa penting yang akan membantu memulai cerita, tetapi ini bukan yang membuat protagonis bergerak. Kekuatan untuk melakukan itu datang langsung dari karakter dalam bentuk pilihan.

Sepanjang cerita, protagonis menghadapi pilihan—melakukan ini atau itu? Tinggal atau pergi? Mematuhi atau memberontak?—dan keputusan mereka menentukan apa yang terjadi selanjutnya. Pilihan penting pertama mereka mungkin adalah menanggapi insiden pemicu, tetapi ini hanya salah satu dari banyak pilihan. Pilihan akan dibuat lagi dan lagi, adegan demi adegan. Ini adalah elemen penting dalam roda konflik-pilihan-dan-konsekuensi yang berputar hingga halaman terakhir.

Konflik adalah peristiwa yang menuntut respons; eksternal atau internal, itu mendorong karakter untuk membuat keputusan. Dan tidak ada jalan keluar darinya, karena tidak memilih juga merupakan pilihan yang menghasilkan konsekuensinya sendiri.

Konsekuensi (consequence) adalah hasil dari pilihan karakter dan bisa positif (keputusan yang benar menghasilkan hadiah) atau negatif (dampak yang menyakitkan karakter dan membuat tujuan lebih sulit dicapai). Bisa juga disebut sebagai perubahan (change). Karena pada saat terjadi konsekuensi maka akan ada perubahan yang terjadi. Dalam penceritaan, konsekuensi biasanya memiliki dampak lanjutan—artinya, bahkan jika karakter memilih opsi terbaik, akan ada masalah baru, tantangan, dan keadaan tak terduga yang harus dihadapi.

Tugas kita sebagai penulis adalah terus memberikan tekanan dan tidak mengendurkan pola 3-C (Character, Conflict and Consequence/Change) ini, mendorong karakter untuk berjuang sekuat tenaga untuk mencapai tujuan. Untuk mempertahankan perhatian pembaca, kita ingin meningkatkan ketegangan dan taruhannya, membuat roda ini berputar lebih cepat seiring perkembangan cerita. Keputusan harus menjadi lebih sulit saat kita meningkatkan konsekuensi dan biaya kegagalan (taruhan). Saat karakter mendekati tujuan, margin kesalahan menyempit. Dengan komplikasi dan risiko yang menumpuk, mereka hanya bisa berhasil dengan membuat pilihan yang tepat.

Tidak dapat disangkal; ini adalah zona menyenangkan bagi penulis. Kita bisa merangkul sisi jahat kita, memperketat cengkeraman pada karakter kita, dan memaksa mereka membuat pilihan yang mustahil. Tetapi bahkan saat kita tertawa jahat dan menusuk mereka lagi, kita ingin memastikan kita membuat pilihan yang baik juga—yakni, menciptakan skenario stimulus-respons yang akan mendorong cerita ke depan. Kita melakukannya dengan memastikan sebagian besar 3-C kita terkait dengan busur karakter. Apakah karakter ditantang untuk tumbuh atau berubah? Apakah ada ruang untuk refleksi internal dan pencerahan pribadi? Jika tidak, kita melewatkan peluang berharga untuk menjebak emosi pembaca. Agar pembaca benar-benar peduli, mereka perlu melihat karakter kita berjuang untuk membuat keputusan yang benar dan merasakan beban kegagalan. Inilah cara pembaca menjadi lebih terlibat dalam cerita dan merasa lebih terhubung dengan perjuangan protagonis.

Pilihan Harus Personal

Dalam setiap adegan, karakter membuat pilihan—besar atau kecil. Beberapa akan jelas dan membutuhkan sedikit atau tanpa pemikiran, tetapi yang lain akan lebih kabur, tanpa pilihan “lebih baik” yang jelas. Pilihan-pilihan ini, asalkan karakter merasa terlibat secara pribadi dalam keputusan tersebut, bertindak sebagai ujian, mengungkapkan siapa mereka. Berikut adalah beberapa dilema yang mungkin dihadapi karakter.

  • Minor: Pilihan-pilihan ini akan relatif sederhana, dan konsekuensinya tidak akan berdampak besar. Contohnya termasuk keputusan tentang apa yang akan dipesan dari menu, pakaian apa yang akan dikenakan ke kantor, atau apakah akan membuat janji sekarang atau nanti.
  • Win-Win: Ini adalah yang diinginkan setiap karakter tetapi jarang didapat, karena … kita sebagai penulis bisa dibilang jahat, sadis. Win-win berarti kedua pilihan bagus. Bagaimanapun, karakter menang dan siapa pun yang terpengaruh oleh pilihan akan senang dengan hasilnya. Win-wins adalah pembunuh konflik, jadi jika kita gunakan, pastikan ada tagihan harga yang tidak terduga.
  • Win-Lose: Pilihan-pilihan ini tampak jelas; satu adalah pilihan yang baik, yang lain tidak. Ini berarti seseorang akan senang dan seseorang tidak, dan ini mungkin baik-baik saja tergantung pada siapa yang berada di ujung tongkat mana. Misalnya, jika pilihan berarti protagonis mendapatkan apa yang dia inginkan dan saingannya tidak, itu adalah akhir yang bahagia. Tetapi skenario ini bisa sulit jika karakter memiliki hubungan dekat dengan orang yang kalah.
  • Dilemmas: Ketika tidak ada pilihan yang ideal itu berarti dilema. Pengambilan keputusan dapat membutuhkan banyak penimbangan, karena tidak peduli apa yang dipilih, akan ada permasalahan. Pilihan-pilihan ini sering kali bergantung pada apa yang karakter rela korbankan dan untuk berapa lama.
  • Hobson’s Choice: Pernahkah Anda ditawari sesuatu yang sebenarnya tidak Anda inginkan, tetapi mungkin itu sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali? Contohnya adalah melamar promosi dan sebaliknya diberikan pilihan pemotongan gaji besar atau di-PHK.
  • Sophie’s Choice: Skenario ini adalah di mana karakter harus memilih antara dua opsi yang sama-sama mengerikan. Diberi nama dari buku (dan film) Sophie’s Choice, di mana karakter harus memutuskan anak mana dari dua anaknya yang akan dibunuh, ini dikenal sebagai pilihan yang tidak mungkin, tragis.
  • Morton’s Fork: Pilihan ini menyakitkan karena kedua opsi mengarah pada akhir yang sama. Ini seperti Max (Mad Max) memborgol Johnny the Boy ke tangki gas yang memiliki sekering penunda waktu dan memberinya gergaji tangan. Mati karena ledakan atau kehilangan darah dari memotong pergelangan kakinya sendiri … ini adalah pilihan menipu karena hanya ada satu hasil.
  • Moral Choices: Pilihan moral (Sophie’s Choice adalah salah satunya) adalah yang memerlukan karakter untuk memutuskan antara dua keyakinan yang bersaing atau memilih apakah akan mengikuti keyakinan moral. Apakah mereka mengatakan yang sebenarnya karena kejujuran penting—meskipun itu akan sangat menyakiti seseorang? Melindungi orang yang dicintai atau menyerahkannya kepada polisi? Menggunakan keunggulan untuk maju, mengetahui itu salah?

Buat Rumit Pilihan Karakter

Untuk membuat segalanya lebih sulit bagi karakter, pertimbangkan pertanyaan-pertanyaan tantangan ini. Mereka mungkin membantu menghasilkan komplikasi yang mungkin tidak hanya membuat karakter lebih stres dan meningkatkan taruhannya tetapi juga membantu menciptakan twist baru untuk skenario Anda.

  • Apa konsekuensi tak terduga yang bisa terjadi akibat pilihan ini?
  • Apakah ada faktor yang tidak diketahui atau bagian informasi yang hilang yang bisa memungkinkan saya menciptakan pembalikan konsekuensi dan twist baru dari takdir?
  • Pengorbanan apa yang bisa saya bangun dalam pilihan ini yang memutuskan karakter dari jaring pengaman yang sebenarnya menahannya (terutama ketika pemisahan ini diperlukan agar karakter bisa tumbuh dan berubah)?
  • Bagaimana saya bisa menggoda karakter untuk membuat pilihan yang salah?
  • Bagaimana saya bisa meningkatkan taruhannya lebih jauh?

Kejutan Opsi Ketiga

Hal yang memukau pembaca, seringkali adalah tiba-tiba munculnya opsi ketiga. Kita semua pernah membaca karakter hanya memiliki dua pilihan yang dapat dilihat. Pembaca tegang, bertanya-tanya mana yang akan dipilih karakter karena tidak ada rute lain yang terlihat. Tapi penulis punya hak menyediakan opsi baru yang cerdas dan sepenuhnya layak yang memungkinkan karakter secara tak terduga membuka jalan mereka sendiri.

Film The Firm menyediakan contoh yang bagus. Segera setelah lulus dari sekolah hukum, pengacara pajak Mitch McDeere mendapatkan pekerjaan yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan di sebuah firma hukum di Memphis. Pekerjaan impian ini berubah menjadi mimpi buruk ketika dia menemukan firma tersebut terlibat dalam kejahatan kerah putih untuk para mafia di Chicago. Ketika dia didekati oleh FBI, dia diberi dua pilihan—melanjutkan dengan firma hukum yang korup dan akhirnya dipenjara, atau bekerja untuk FBI sebagai informan, dicabut izinnya, dan menjadi target para mafia.

Tekanannya meningkat dan tampaknya tidak ada pilihan lain, tetapi Mitch menemukan opsi ketiga: memberikan bukti untuk kejahatan yang lebih ringan (penipuan surat) yang menargetkan firma hukum daripada keluarga kriminal Morolto. Ini memungkinkan dia untuk terus bekerja sebagai pengacara, menghindari penjara, dan melarikan diri dari jeratan FBI.

Ketika karakter menemukan opsi ketiga yang memungkinkan mereka menghindari konsekuensi buruk, mereka bisa tetap bertahan dan berjuang lagi. Dan kecerdikan mereka akan memberikan alasan untuk menyukai karakter tersebut.

[notokuworo.]

Karakter, Dialog dan Lingkungan Karakter

Photo by Pixabay on Pexels.com

Konflik adalah elemen kunci dalam sebuah cerita karena memungkinkan karakter mengalami pertumbuhan dan perubahan, serta meningkatkan ketegangan dan emosi. Berikut adalah cara-cara menghadirkan konflik melalui karakter, dialog, dan pengaturan lingkungan dalam cerita.

Menggunakan Karakter untuk Menghadirkan Konflik

Sebagian besar konflik dalam kehidupan nyata berasal dari interaksi dengan orang lain. Oleh karena itu, merencanakan karakter dengan baik sangat penting. Pikirkan tentang jenis orang yang mungkin beradu pedang dengan karakter utama, atau memiliki tujuan yang bertentangan dengan tujuannya. Pertimbangkan sifat atau moral apa yang akan sulit diterima oleh karakter utama. Kemudian, bangun karakter dengan sifat, kebiasaan, sejarah, dan tujuan yang akan meningkatkan konflik secara alami.

Ketika membutuhkan skenario konflik yang masuk akal, pertimbangkan siapa dalam kehidupan karakter yang dapat digunakan untuk mewujudkannya. Misalnya, seorang teman lama dengan tujuan yang bertentangan atau seorang rekan kerja yang selalu mengganggu bisa menjadi sumber konflik yang menarik.

Dialog sebagai Alat Konflik

Dialog sangat efektif untuk menabur perselisihan di antara karakter. Dialog dapat menyebabkan ketegangan kecil atau memulai konflik besar. Beberapa teknik untuk meningkatkan ketegangan dalam dialog antara lain:

  • Bentrokan yang Tidak Disengaja: Konflik sering kali disebabkan oleh ketidakcocokan kepribadian, seperti seseorang yang selalu menyela atau multitasker yang tidak mendengarkan dengan cermat. Gangguan kecil ini dapat bertambah selama percakapan dan menyebabkan ledakan emosional.
  • Komunikator Konfrontatif: Konflik yang disengaja dalam dialog bisa halus atau terang-terangan. Karakter mungkin mencoba memanipulasi pertukaran untuk mencapai hasil tertentu, seperti menyalakan emosi, merusak reputasi, atau menghancurkan musuh dengan kata-kata. Misalnya, menggunakan hinaan, sarkasme, atau sindiran untuk menanamkan keraguan atau memprovokasi argumen.
  • Motivasi yang Berlawanan: Konflik muncul ketika karakter tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Saat merencanakan percakapan, pertimbangkan apa yang diinginkan karakter dan hadapkan mereka pada seseorang yang tujuannya bertentangan.

Mengeksplorasi Konflik di Lingkungan

Lingkungan karakter penuh dengan peluang untuk menghasilkan atau meningkatkan konflik. Pilih pengaturan yang memiliki nilai emosional bagi karakter. Alih-alih memilih toko sembarangan, pilih yang memiliki asosiasi emosional, seperti tempat yang memiliki kenangan khusus. Beberapa cara untuk menambahkan komplikasi dalam pengaturan lingkungan antara lain:

  • Bermain-main dengan Cuaca: Cuaca buruk seperti hujan yang tidak terduga atau gelombang panas dapat menciptakan masalah bagi karakter.
  • Ambil Transportasi: Gangguan transportasi seperti kemacetan atau kendaraan yang mogok dapat membuat karakter lebih sulit mencapai tujuan mereka.
  • Tambahkan Penonton: Jatuh di tempat pribadi berbeda dengan di kerumunan orang. Keberadaan penonton dapat menambah kesulitan emosional.
  • Picu Emosi Sensitif: Tempatkan karakter di lingkungan yang memicu emosi sensitif mereka. Misalnya, seorang karakter yang berjuang untuk menaruh makanan di atas meja ditempatkan di lokasi di mana orang kaya makan mewah.
  • Manfaatkan Apa yang Tidak Mereka Miliki: Jika karakter tidak memiliki sumber cahaya, tempatkan mereka di tempat gelap seperti gua.
  • Buat Mereka Tidak Nyaman: Letakkan karakter di lokasi di mana mereka tidak memiliki pengalaman atau tidak cocok. Ini bisa berupa pengaturan skala kecil atau besar.
  • Gunakan Simbolisme: Tambahkan simbol yang mengingatkan karakter akan kelemahan atau kegagalan masa lalu mereka.
  • Tambahkan Jam Berdetak: Berikan karakter tenggat waktu untuk meningkatkan taruhan, seperti harus mencapai tempat tertentu sebelum matahari terbenam.

Tempat Kerja

Banyak konflik bisa terjadi di tempat kerja. Pikirkan tentang orang-orang yang akan dihadapi karakter di sana dan bagaimana mereka mungkin menciptakan ketegangan. Perubahan dalam hierarki, tugas, jam kerja, atau lokasi dapat menciptakan gesekan dengan orang-orang penting di rumah. Bagaimana ketidakamanan atau kekurangan mereka berkontribusi pada situasi terkait pekerjaan, menciptakan drama yang harus diatasi?

Dengan memperhatikan cara-cara ini, penulis dapat menghadirkan konflik yang menarik dan bermakna dalam cerita, meningkatkan ketegangan dan emosi yang akan membuat pembaca terus terpikat.

[notokuworo.]

Berlatih: Monte Cristo

Photo by Pavel Danilyuk on Pexels.com

The Count of Monte Cristo

Dalam novel ini, konflik utamanya adalah antara Edmond Dantès dan mereka yang telah mengkhianatinya, yaitu Danglars, Fernand, Villefort, dan Caderousse, yang merupakan konflik eksternal. Konflik ini dipicu oleh penangkapan dan pemenjaraan tidak adil Dantès atas tuduhan pengkhianatan, yang diatur oleh mereka yang iri dan takut pada keberhasilannya. Selain itu, ada konflik internal yang dihadapi Dantès, seperti perjuangannya dengan dendam, keadilan, dan identitasnya yang berubah setelah menemukan harta karun di Pulau Monte Cristo dan kembali sebagai Count of Monte Cristo.

Edmond Dantès adalah seorang pelaut muda yang dipenjara secara tidak adil pada malam pertunangannya dengan Mercédès. Konflik internal yang dihadapi Dantès termasuk pergumulan moral antara keinginan untuk membalas dendam dan keadilan, serta bagaimana identitasnya berubah dari seorang pemuda yang polos menjadi seorang pria yang didorong oleh keinginan untuk membalas dendam. Konflik eksternal meliputi berbagai rencana yang diatur oleh Dantès untuk menghancurkan hidup mereka yang mengkhianatinya, menggunakan identitas barunya sebagai Count of Monte Cristo. Konflik-konflik ini mendorong Dantès untuk mengembangkan kecerdasan, strategi, dan kekayaannya untuk membalas dendam.

Motivasi utama Dantès adalah untuk membalas dendam terhadap mereka yang telah menghancurkan hidupnya dan mengungkapkan kebenaran di balik pengkhianatan tersebut. Taruhan tinggi dalam cerita ini termasuk kehancuran hidup mereka yang berkhianat, serta keselamatan dan kebahagiaan orang-orang yang dekat dengan Dantès, seperti Mercédès dan putranya Albert. Taruhan ini membuat konflik lebih mendesak dan mendorong Dantès untuk mengambil risiko besar demi mencapai keadilannya.

Tema utama dalam cerita ini adalah pembalasan, keadilan, dan penebusan. Konflik yang dihadapi Dantès membantu memperdalam tema ini, dengan menyoroti pentingnya membedakan antara keinginan untuk membalas dendam dan mencari keadilan sejati. Misalnya, penghancuran hidup Danglars, Fernand, Villefort, dan Caderousse menunjukkan bagaimana dendam dapat menggerogoti dan merusak, sementara tindakan-tindakan Dantès juga menyoroti perjuangan batinnya antara keadilan dan kebencian. Tema penebusan juga dieksplorasi melalui perjalanan Dantès dalam menemukan kedamaian setelah dendamnya terpuaskan.

Dilema yang dihadapi Dantès termasuk apakah ia harus melanjutkan rencana pembalasannya meskipun mengetahui dampak destruktifnya atau mencari cara lain untuk menemukan kedamaian dan keadilan. Konsekuensi dari keputusannya untuk terus membalas dendam termasuk risiko kehilangan kemanusiaannya sendiri dan potensi untuk melukai orang-orang tak bersalah di sekitarnya. Pilihan ini menunjukkan bagaimana Dantès tumbuh menjadi lebih bijaksana dan introspektif, serta memperkuat tema cerita.

Dalam adegan di mana Dantès akhirnya mengungkapkan identitasnya kepada musuh-musuhnya dan melihat kehancuran mereka, konflik ini menambah ketegangan dan drama. Adegan ini menunjukkan bagaimana rencana pembalasannya mencapai puncaknya dan bagaimana ia harus menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Perkembangan karakter Dantès terlihat dari bagaimana ia berusaha menemukan keseimbangan antara keadilan dan pengampunan, menunjukkan evolusi dari seorang pria yang didorong oleh dendam menjadi seseorang yang mencari kedamaian batin.

[notokuworo.]

Bagaimana Kalau Gagal?

Photo by Nathan Cowley on Pexels.com

Siapa pun yang pernah mengasuh balita dan pernah melihat langsung proses belajar berjalan, pasti paham bagaimana dalam konflik selalu ada kegagalan penanganan. Berlaku sama pada konflik dalam cerita. Kalau dalam cerita setiap konflik berhasil diatasi dengan baik oleh karakter, pasti membosankan ceritanya.

Pada kasus balita baru berjalan, awalnya tidak banyak keberhasilan. Konflik muncul dalam bentuk otot yang lemah, kurangnya keseimbangan, hambatan fisik, gravitasi, dan ketakutan. Sebagian besar adalah banyak jatuh bangun. Bukan hanya jatuh tapi bangun. Itulah yang dihadapi oleh usia anak balita. Yang ada penasaran mencoba, membiarkan anak-anak kita jatuh pada waktu itu adalah bagian penting dari pertumbuhan dan pembelajaran mereka. Demikian pula dengan karakter kita.

Kegagalan Menonjolkan Kelemahan Karakter

Karakter yang dibangun dengan baik dan meyakinkan akan memiliki kekurangan—kelemahan, bintik buta (blind spot), dan cacat kepribadian yang dia tidak sadari atau tidak mau diubah. Tidak ada yang sempurna, sehingga kekurangan ini menambah keaslian, membuat karakter menjadi lebih dapat diterima. Tetapi karakter yang berada pada jalur perubahan akan memiliki cacat khusus yang secara langsung menghalanginya mencapai tujuan. Rintangan ini terus muncul dalam cerita, berulangkali menjatuhkannya dan membuatnya frustasi.

Cacat seperti itu adalah pendekatan kuno dan tidak efektif dari karakter untuk menghadapi masalah hidupnya. Dia ingin melindungi dirinya dari mengalami luka emosional. Karena itu sikap mental dan perilakunya pun berusaha untuk melindungi diri sendiri. Misalnya, seseorang yang curiga orang lain mengeksploitasi kelemahannya jika dia membiarkan mereka mendekat mungkin bersikap tidak ramah, berbicara dengan kasar kepada semua orang yang dia temui.

Secara teknis, pendekatan ini berhasil mencegah orang memanfaatkan dia. Tetapi ini menyebabkan banyak kerusakan dalam perjalanan perilaku ini melukai orang lain. Selanjutnya tidak ada yang mau mengambil risiko dicaci untuk menjalin hubungan dengannya. Seiring waktu, dia akan merasa terisolasi dan kesepian dan mungkin mulai meragukan nilai dirinya sendiri karena dia tidak bisa membangun hubungan dengan siapa pun.

Cacat seperti ini adalah bintik buta dari karakter. Dia tidak melihat kerusakan yang ditimbulkan, hanya manfaat dari menghentikan masalah sebelum mulai. Dalam cerita, cacat khusus seperti ini akan menghalangi karakter mendapatkan apa yang paling dia inginkan. Sampai dia menyadari bagaimana perilaku dan sikap disfungsionalnya membatasi dirinya dan mengadopsi pendekatan yang lebih sehat, dia akan terus gagal mencapai keinginan hatinya. Ironisnya, kegagalan yang membantu proses ini dengan menyoroti cacat karakter, membuatnya semakin sulit diabaikan.

Menyoroti Proses dalam Aksi

Mari kita implementasikan dalam tindakan Cakra dalam cerita “Eva 2.0”.

Kesempatan #1: Cakra mendengar tentang proyek aplikasi AI yang bisa menggantikan kenangan dari isterinya dan harus membuat keputusan untuk ikut serta. Ini adalah kesempatan baginya untuk menjadi programmer yang sukses dan mengatasi rasa bersalahnya. Namun, dia jatuh kembali pada kebiasaannya yang lama dan segera mencoba untuk menghindari proyek tersebut. Kegagalannya menghasilkan ketidakpercayaan dan penghinaan terbuka dari rekan-rekannya, yang akan terus menantangnya sepanjang cerita.

Kesempatan #2: Cakra menyadari bahwa proyek AI ini sangat rumit dan tidak sesederhana yang dia pikirkan. Dia sekali lagi mencoba menghindari proyek dengan meminta bantuan dari programmer lain. Keluarga Sintia, yang bekerja di perusahaan yang sama, menolak bantuannya, menyoroti ketakutan Cakra yang mendalam dan rasa bersalahnya.

Dalam setiap situasi ini, Cakra memiliki pilihan: melakukan apa yang selalu dia lakukan (bermain aman dan tidak maksimal) atau menguji kemampuannya sebagai seorang programmer sejati. Dua kesempatan pertamanya menghasilkan kegagalan karena dia terus menghindari tanggung jawabnya. Tetapi kegagalan-kegagalan tersebut menarik perhatian pada cacatnya, membawanya ke dalam fokus dan membuatnya sulit diabaikan.

Kegagalan Menyoroti Kebutuhan untuk Berubah

Kesempatan #3: Dipenuhi dengan ketidakpastian, Cakra setuju untuk mencoba proyek AI tersebut, yang merupakan langkah besar ke depan. Dia tahu bahwa jika dia bisa berhasil mengembangkan aplikasi ini, dia bisa mengatasi rasa bersalah dan mengatasi kehilangan istrinya. Tetapi dia memilih jalan yang lebih aman.

Kegagalan pertamanya membuatnya sangat menyadari masalahnya. Dia takut masuk ke dalam proyek besar, dan dia tahu alasannya. Dia menyadari bahwa dia hidup di bawah potensinya yang sebenarnya dan bahwa ada ketidakjujuran dalam upaya terus-menerusnya untuk menghindari menjadi siapa dia sebenarnya. Dia tidak ingin terus hidup seperti ini. Dia melihat bahwa jika dia ingin melangkah keluar dari bayangan istrinya dan jika dia memiliki harapan untuk berhasil dalam proyek ini, dia harus melakukan perubahan.

Mengambil proyek ini adalah langkah besar ke arah yang benar baginya. Tetapi dia masih bersikap setengah-setengah, hanya bersedia pergi setengah jalan dalam pengembangan proyek. Dan ketika kesempatan ketiga ini datang untuk dia sepenuhnya meninggalkan cacatnya dan merangkul potensinya yang sebenarnya, keraguannya menang, dan dia kembali pada kebiasaan lamanya.

Kegagalan Mendorong Karakter untuk Mengadopsi Metode Baru

Kesempatan #4: Rencananya berantakan ketika algoritma utama dalam proyek tersebut gagal berfungsi. Sudah hampir di akhir, proyeknya berantakan dan Cakra menghadapi keputusan untuk melakukan hal yang benar-benar sulit jika dia ingin berhasil. Akhirnya, dia menaruh semuanya pada risiko dan mengambil risiko besar—dan itu membuahkan hasil. Dalam momen yang paling menentukan, dia berhasil mengembangkan aplikasi AI yang sempurna. Dia keluar dari kantor dengan percaya diri, sebagai orang yang akhirnya menemukan kehormatan.

Melalui kesempatan terakhir inilah Cakra memilih untuk menguji dirinya sendiri sepenuhnya untuk melihat apakah dia bisa hidup sesuai dengan potensinya. Dia mempertaruhkan segalanya, akhirnya menolak kebiasaan lamanya yang tidak efektif dan menggantinya dengan yang baru yang akan memungkinkannya menjadi programmer yang benar-benar luar biasa.

“Finally” akan selalu muncul menjelang akhir busur karakter karena pertumbuhan adalah sebuah proses. Seperti yang kita lihat dari contoh ini, Cakra membutuhkan banyak kesempatan konflik untuk menghadapi iblis-iblisnya. Pada awalnya, dia gagal dengan spektakuler, yang memperbesar perasaan tidak aman dan memperkuat (dalam pikirannya) kebutuhan untuk berpegang pada metode yang tidak bekerja. Menuju tengah, dia memiliki lebih banyak keberhasilan—tetapi mereka hanya kemenangan sebagian. Pertumbuhan masih perlu terjadi. Dan kemudian, di akhir, begitu dia sepenuhnya mendedikasikan dirinya untuk proyek tersebut, dia akhirnya bisa menang.

Ini adalah formula satu langkah maju dua langkah mundur yang bekerja sangat baik dalam cerita karena mencerminkan kehidupan nyata. Dibutuhkan waktu dan keberanian untuk melihat cacat seperti apa adanya dan memilih jalan yang sulit untuk membuangnya dan keterbatasannya. Kesuksesan dan kegagalan saling terkait, keduanya merupakan bagian dari proses yang pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan yang bermakna. Konflik adalah kendaraan yang memungkinkan kita memberikan kesempatan-kesempatan yang diperlukan ini bagi karakter kita.

[notokuworo.]

Berlatih: Perfume

Photo by Valeria Boltneva on Pexels.com

Dalam novel ini, konflik utamanya adalah antara Jean-Baptiste Grenouille dan masyarakat sekitar, yang merupakan konflik eksternal. Konflik ini dipicu oleh keinginan Grenouille untuk menciptakan parfum sempurna yang bisa mengendalikan dan memanipulasi orang-orang di sekitarnya. Selain itu, ada konflik internal yang dihadapi Grenouille, seperti perjuangannya dengan identitas dan eksistensi dirinya yang terisolasi karena tidak memiliki bau tubuh. Konflik lain termasuk perburuan yang dilakukan oleh pihak berwenang setelah pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh Grenouille untuk mendapatkan aroma tubuh perempuan muda.

Jean-Baptiste Grenouille adalah seorang anak yatim piatu yang lahir di lingkungan yang tidak diinginkan dan dibesarkan dengan banyak penderitaan. Konflik internal yang dihadapi Grenouille termasuk isolasi yang mendalam akibat tidak memiliki bau tubuh sendiri dan obsesinya untuk menciptakan parfum sempurna yang bisa membuatnya diterima dan dihormati oleh masyarakat. Konflik eksternal meliputi berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengejar tujuan ini, termasuk pembunuhan yang harus dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkannya dan usaha untuk menghindari tertangkap oleh pihak berwenang. Konflik-konflik ini mendorong Grenouille untuk mengembangkan keterampilan dan kelicikannya sebagai pembuat parfum.

Motivasi utama Grenouille adalah untuk menciptakan parfum yang bisa memberinya kekuasaan dan kontrol absolut atas orang-orang di sekitarnya. Taruhan tinggi dalam cerita ini termasuk nyawa perempuan muda yang dibunuhnya dan keselamatannya sendiri jika tertangkap. Taruhan ini membuat konflik lebih mendesak dan mendorong Grenouille untuk mengambil risiko besar demi mencapai obsesinya.

Tema utama dalam cerita ini adalah pencarian identitas, obsesi, dan kekuasaan. Konflik yang dihadapi Grenouille membantu memperdalam tema ini, dengan menyoroti bagaimana obsesinya untuk menciptakan parfum sempurna menggiringnya ke jalur destruktif. Misalnya, pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan Grenouille untuk mengumpulkan aroma tubuh perempuan muda menunjukkan betapa jauh ia bersedia pergi demi mencapai tujuannya. Tema identitas juga dieksplorasi melalui perjuangan Grenouille untuk menemukan tempatnya di dunia yang menolaknya karena ketidaknormalan dirinya.

Dilema yang dihadapi Grenouille termasuk apakah ia harus terus membunuh demi mencapai tujuannya atau menghadapi kemungkinan hidup dalam ketidakjelasan dan ketidakadilan. Konsekuensi dari keputusannya untuk terus membunuh termasuk risiko tertangkap dan dihukum mati, serta kehancuran moral dan kemanusiaannya. Pilihan ini menunjukkan bagaimana Grenouille tumbuh menjadi lebih terobsesi dan kurang manusiawi, serta memperkuat tema cerita.

Dalam adegan di mana Grenouille akhirnya menciptakan parfum sempurna dan menggunakannya untuk mengendalikan massa yang mengaguminya, konflik ini menambah ketegangan dan drama. Adegan ini menunjukkan bagaimana obsesinya akhirnya membawanya pada puncak kekuasaan, namun juga pada kehancuran dirinya sendiri. Perkembangan karakter Grenouille terlihat dari transformasinya menjadi seseorang yang sepenuhnya terobsesi dan tidak lagi memiliki kemanusiaan, menunjukkan kekuatan destruktif dari obsesi yang tidak terkendali.

[notokuworo.]

Berlatih: Mengenal dan Menyusun Konflik

Photo by Anete Lusina on Pexels.com

Sebagaimana kita ketahui sejak tulisan pertama tentang konflik, kita bisa meyakini konflik adalah elemen kunci yang menggerakkan alur cerita dan menjaga pembaca tetap terlibat.

Meskipun bukan satu-satunya, tapi cerita fiksi tanpa konflik, akan kehilangan momentum dan gagal menarik perhatian. Konflik memberikan tantangan dan rintangan bagi karakter, memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Saya merencanakan untuk berlatih dengan bahan tulisan yang sudah ada, yang saya maksud adalah tulisan tentang konflik. Kalau dilihat dari runutan sejak 6 hari yang lalu maka susunan latihan yang bisa saya targetkan untuk diri saya sendiri adalah sebagai berikut:

Identifikasi Konflik

Idenya adalah melakukan identifikasi konflik setingkat plot baik novel ataupun cerita pendek. Tentu saja semua penggolongan yang sudah ada bisa diceritakan untuk novel atau cerpen yang diidentifikasi. Novel yang digunakan akan saya ambilkan dari yang sudah saya baca. Kemudian saya akan buatkan apa saja konflik yang terjadi di dalamnya. Sepertinya memang harus membaca ulang meskipun meloncat-loncat. Tapi tidak mungkin saya hapal semua novel meskipun jadi favorit.

  • Konflik dalam novel tersebut apa? Internal atau eksternal? Apa yang memicu konflik?
  • Temukan sebanyak mungkin konflik yang terjadi dalam novel tersebut.

Membuat Konflik Karakter

Idenya adalah menciptakan karakter yang mendalam dengan latar belakang yang kompleks dan konflik yang berlapis. Karakter ini akan menjadi subjek dalam cerita yang akan dikembangkan. Saya akan memulai dengan menentukan aspek-aspek kunci dari karakter tersebut, kemudian mengidentifikasi konflik internal dan eksternal yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Dengan ini, karakter dapat lebih dinamis dan terasa nyata bagi pembaca. Ini akan membantu dalam pembuatan profil karakter yang kaya dan cerita yang menarik dengan konflik yang terintegrasi secara efektif.

  • Siapa karakter ini? (Nama, usia, latar belakang sosial, pekerjaan)
  • Apa konflik internal yang dihadapi oleh karakter ini? (Misalnya, perjuangan batin, dilema moral)
  • Apa konflik eksternal yang dihadapi oleh karakter ini? (Misalnya, konflik dengan karakter lain, tantangan lingkungan)
  • Bagaimana konflik-konflik ini mempengaruhi jalannya cerita? (Deskripsikan bagaimana interaksi antara konflik internal dan eksternal membentuk narasi)

Motivasi dan Taruhan

Idenya adalah menggali lebih dalam motivasi karakter yang telah dibuat dan menentukan taruhan yang tinggi yang akan mempengaruhi keputusan dan tindakan mereka dalam cerita. Ini akan membantu memperkuat alur cerita dan membuat konflik yang dihadapi karakter lebih mendesak dan penting.

  • Apa motivasi utama dari karakter ini? (Misalnya, apa yang paling mereka inginkan atau tujuan yang mereka upayakan?)
  • Apa taruhan tinggi yang terkait dengan konflik yang mereka hadapi? (Misalnya, apa yang bisa hilang jika mereka gagal?)
  • Bagaimana taruhan ini mempengaruhi keputusan dan tindakan karakter dalam cerita?

Menyelaraskan Konflik dengan Tema

Idenya adalah untuk menyelaraskan konflik yang telah diidentifikasi dengan tema cerita yang lebih luas, memastikan bahwa konflik tersebut menambahkan kedalaman dan makna pada narasi secara keseluruhan.

  • Apa tema utama dari cerita Anda? (Misalnya, cinta, keadilan, pengorbanan)
  • Bagaimana konflik yang dihadapi oleh karakter membantu mengeksplorasi atau memperdalam tema ini?
  • Tuliskan sebuah skenario di mana konflik tersebut memainkan peran kunci dalam mengembangkan tema cerita.

Konsekuensi dan Keputusan

Idenya adalah untuk menciptakan skenario di mana karakter harus membuat keputusan yang sulit, dengan konsekuensi yang berat tergantung pada pilihan yang mereka buat. Ini akan menunjukkan bagaimana karakter berkembang dan menanggapi tekanan.

  • Apa dilema yang dihadapi karakter? (Misalnya, pilihan antara dua hal yang sama-sama diinginkan atau dilema moral)
  • Apa konsekuensi dari masing-masing pilihan yang mungkin mereka buat?
  • Bagaimana pilihan ini akan mempengaruhi perkembangan karakter dan alur cerita secara keseluruhan?

Konflik dalam Adegan

Idenya adalah untuk mengaplikasikan konflik yang telah dibuat dan diintegrasikan dalam latihan sebelumnya ke dalam sebuah adegan khusus, memastikan bahwa setiap adegan berkontribusi pada pengembangan karakter dan alur cerita.

  • Tuliskan adegan di mana karakter menghadapi salah satu konflik utama.
  • Bagaimana konflik ini menambah ketegangan dan drama dalam adegan tersebut?
  • Bagaimana adegan ini mempengaruhi arah cerita dan perkembangan karakter secara keseluruhan?

Tulisannya jawabannya dari tiap latihan tersebut akan saya masukkan di sini saja. Baik mungkin sebagai bagaian dari menulis 30DWC maupun yang menjadi jurnal latihan yang harus saya lakukan.

Berikut adalah tabel yang merangkum target untuk setiap latihan yang telah kita bahas:

LatihanDeskripsiTarget
Latihan 1Identifikasi konflik dalam cerita yang sudah ada.– Mengidentifikasi konflik internal dan eksternal.
– Menyusun daftar konflik berdasarkan jenisnya.
Latihan 2Menciptakan karakter dengan konflik internal dan eksternal.– Mendefinisikan konflik internal dan eksternal karakter.
– Menggambarkan pengaruh konflik terhadap karakter dan cerita.
Latihan 3Menggali motivasi karakter dan menentukan taruhan tinggi.– Menjelaskan motivasi karakter.
– Menentukan dan mendeskripsikan taruhan tinggi dalam cerita.
Latihan 4Menyelaraskan konflik dengan tema cerita.– Mengidentifikasi tema utama cerita.
– Menulis skenario di mana konflik memperdalam tema.
Latihan 5Menciptakan dan menggambarkan konsekuensi dari keputusan karakter.– Membuat dilema keputusan yang sulit.
– Menjelaskan konsekuensi dari setiap pilihan yang mungkin.
Latihan 6Mengintegrasikan konflik ke dalam adegan spesifik.– Menulis adegan yang menggambarkan konflik utama.
– Menilai pengaruh adegan terhadap alur cerita dan perkembangan karakter.

Semoga segera bisa terwujud. Bahan-bahan yang saya miliki rata-rata adalah novel jadi mungkin yang digunakan sekarang novel-novel saja.

Berdasarkan pengarangnya maka novel-novel kesukaan saya adalah berikut

  • Tere Liye
    • Seri Anak Nusantara
    • Seri Bumi
    • Seri Negeri Para Bedebah
    • Lepas: Janji, Sesuk dan Hello (yg paling akhir saya baca saja)
  • Dewi “Dee” Lestari
    • Seri Rapi Jali
    • Seri Supernova
    • Lepas: Aroma Karsa, Perahu Kertas
  • Andrea Hirata
    • Seri Laskar Pelangi
    • Lepas: Ayah, Dwilogi Padangbulan
  • Novel Luar
    • Haruki Murakami: Norwegian Wood, 1Q84
    • JK Rowling: Harry Potter series
    • dll

Sepertinya sih banyak banget yang mau direview. Secara ini bisa dibuat tiap tulisan akan jadi posting. Saat ini kebetulan sedang membangun database novel-novel yang sudah dibaca dan dikumpulkan. Dengan begitu mungkin akan bisa sekalian mempelajari. Selama ini hanya membaca saja. Sekarang harus ada hasilnya kumpulan yang mungkin sudah lebih dari 1000 novel di lemari buku itu.

Bismillah.

[notokuworo.]