3 cerita 30 hari

Photo by Ylanite Koppens on Pexels.com

Rabu kemarin, sinar matahari menembus sela-sela jendela, atap bangunan pasar Wanasari yang terbuat dari anyaman bambu dan seng terlihat menerima pasrah panas yang dipancarkannya. Pola cahaya diciptakannya menari di atas lantai pasar, yang telah usang oleh tapak kaki pembeli dan penjual.

Udara dipenuhi dengan aroma segar dari berbagai jenis buah dan sayuran lokal, bercampur dengan wangi rempah yang dijual di sudut pasar. Suara tawar-menawar, tertawa, dan panggilan penjual mengisi udara, menciptakan simfoni kehidupan pasar yang meriah.

Hari ini, penjual buah yang berlaga, mereka memajang alpukat, manggis, jeruk dan duku dengan warna-warni cerah, mencoba menarik perhatian pembeli dengan teriakan promosi mereka. Pedagang daging dengan hati-hati memotong daging segar, sementara penjual ikan memamerkan hasil tangkapan hari itu, masih berkilauan dan segar. Di antara lorong-lorong sempit, pembeli bergerak, berhenti di setiap kios yang menarik perhatian mereka, menawar harga dengan semangat. Aku berhenti sejenak membeli 2 kg alpukat dan melanjutkan perjalanan ke Puskesmas.

Hari ini adalah hari istimewa dimana romansa dalam penanganan bencana jadi topik utama. Separuh perjalanan dari yang dilalui berupa cerita percintaan yang belum usai diberitakan. Si pewarta cantik, Laila Sari, dan Kepala Puskesmas Wanasari, dr. Arief yang perfeksionis itu belum juga bertemu juga ujungnya seperti apa. Meski bencana sudah ditakdirkan untuk desa mana dan sungai Gegaris yang mengamuk, belum juga bisa menuntun dua tokoh ini untuk bermain bersama.

Alih-alih, tenaga medis di tempat lain harus menerima menjadi curahan cerita ditengah amukan bencana di Wanasari. Kisah beralih kepada dr. Gitas yang tiba-tiba harus menghadapi dr. Cesarina yang hilang dari sisinya direnggut kanker usus kecil. Gitas yang melalui waktu kesendiriannya di Klinik Graha Medika, dibantu memulihkan lagi kepercayaannya oleh pasien, tenaga paramedis dan seorang yang kelak memiliki arti baginya, dr. Tanti.

Babak baru penanganan bencana beralih ke Kecamatan Sukapura yang sedang menangani bencana Gunung Bromo yang sedang batuk-batuk dan memuntahkan debu tebal untuk kecamatan ini. Gitas yang diterima sebagai PNS dan membaktikan dirinya di kecamatan ini bertemu kembali dengan Tanti yang ikut dalam tim penanggulangan bencana.

Pertemuan yang mau tidak mau mengingatkan lagi bagaimana mereka pernah berjuang berdampingan saat menangani Demam Berdarah di pinggiran Surabaya, melanjutkan apa yang jadi cita-cita almarhumah Cesa. Rasa haru tak terelakkan saat mereka bernostalgia tentang Cesa. Tangis kebanggaan.

Belum puas rasanya menyaksikan perjalanan Gitas dan Tanti, percintaan lain yang juga sama peliknya mengemuka. Kali ini dilatari Peristiwa Malari di tahun 1974, Ratna Dania yang pernah begitu terkenal dengan kecantikannya terpaksa rela disembunyikan di sebuah desa di Jawa Timur. Tekanan rezim pemerintah pada aktivis, yang juga dilakukan oleh begundal-begundal dari pengusaha yang diuntungkan rezim. Dania yang menyaksikan pembunuhan seorang aktivis terancam dibunuh.

Adalah Jatmiko yang waktu itu berpangkat Kapten (Iptu) diberikan tugas untuk menyelamatkan Dania, memboyongnya ke Jawa Timur, mengganti namanya menjadi Dumirah dan mengambil hatinya untuk selamanya. Meskipun Dumirah kemudian akhirnya dua kali menikah, tapi kesetiaannya mengunjungi makam Jatmikolah yang akhirnya membuat cerita ini bisa diungkap oleh cucu Jatmiko, Arya.

Arya datang ke rumah neneknya Raras, istri Jatmiko, sahabat Dumirah. Di kamar, dia menemukan kumpulan surat dari Dumirah untuk Jatmiko, nalurinya sebagai mahasiswa sastra yang sedang menyelesaikan sastra, membawanya untuk jumpa dengan beberapa tokoh yang menapaki rahasia hilangnya Ratna Dania. Tak kurang dari perjalanannya bersama Pakde Prayit ke Tempeh, Sumbermanjing dan ke Makam Jatmiko di Batu, yang membuatnya bertemu dengan Bulik Lilik yang mendokumentasikan Ratna Dania, Mbah Soegi yang ikut menyelamatkan Dania, dan jadi saksi bertransformasinya Dania menjadi Dumirah. Dan akhirnya bertemu dengan Dumirah sendiri. Mendapatkan cerita kenapa ia pergi dari ibukota, bagaimana percintaannya dengan kakek Arya, Jatmiko.

Segala sesuatu yang dilakukan dengan rutin niscaya akan jadi kebiasaan.

Demikianlah 3 cerita dalam 30 hari sebagai bagian dari pengalaman menulis pada 30DWC. Pelajaran terbaik yang saya dapatkan adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan rutin, akan berubah menjadi kebiasaan. Memulai memang berat, tapi menyudahi lebih sulit lagi bila sudah terbiasa. Semoga kita semua mendapatkan manfaat.

[notokuworo.]

One thought on “3 cerita 30 hari

Leave a comment