Bab 4. Amukan Gegaris

Photo by GEORGE DESIPRIS on Pexels.com

Beat 1: Kedatangan Banjir Bandang

  • Awal Bencana: Bencana yang sudah digelisahkan pun datang juga. Lebih dari yang disangka, bukan merendam pelan-pelan layaknya banjir yang diidentifikasi dengan naiknya batas air. Desa Wonoarto yang memang tidak punya bantaran sungai cukup tinggi langsung mendapat tumpahan air bah, banjir bandang melanda Wonoarto.
  • Secara tiba-tiba, diseling hujan yang belum juga berhenti, banjir bandang menggulung rumah-rumah di Wonoarto. Rumah atau bagian rumah yang berdinding tipis kontan tidak sanggup menahan beratnya limpahan air bercampur lumpur. 40-50 rumah yang ada persis paling dekat dengan sungai tergenang sebahu orang dewasa dan terus naik.
  • Banjir juga menyapu bersih lahan kebun-kebun di pinggir sungai, seperempat desa terendam banjir dan bercampur kayu-kayu sebetis orang dewasa. Melewati kaca-kaca menimbulkan bunyi yang memecah. Penduduk Wonoarto yang menyaksikan rumah mereka dilanda banjir bandang sungai Gegaris hiruk pikuk dengan takbir dan tangis. Ada yang bersyukur mereka segera mengikuti anjuran pak Balun. Sudah bisa dibayangkan dalam keadaan seperti yang mereka saksikan, tak akan ada yang sanggup menyelamatkan diri bila masih ada di dalam rumah yang terendam itu.

Desa Terendam: Pengaturan desa yang terendam air dan kehancuran yang ditimbulkan oleh banjir bandang ditujukan menambahkan lapisan emosional pada narasi. Lokasi ini menjadi saksi dari perubahan mendadak yang memaksa Arief dan penduduk desa untuk menghadapi realitas baru mereka.

Beat 2: Reaksi Awal Arief

  • Arief, Nina dan Vertex baru saja menghempaskan diri di puncak bukit. Dataran yang sebesar lapangan bola, mungkin lebih dengan beberapa pepohonan yang berada di kejauhan. Panggung di bukit Sebahu ini ditutupi oleh semak dan rumput liar. Anggota Vertex langsung menurunkan alat-alat pemotong rumput dan semak. Ada yang membawa seperti gergaji sinso tapi kecil dan mereka mulai membuka ‘bahu’ yang akan digunakan untuk berkemah.
  • Nina dan Arief, duduk-duduk sambil memperkirakan berapa luas lahan yang akan mereka pangkas. Sebahu terasa cukup dingin karena hujan, tapi tanahnya bukan tanah liat yang becek, bebatuan gunung menjadikan lahan ini akan ideal untuk menjadi tempat perkemahan.
  • Sambil mulai menikmati gerimis di bawah tenda, mereka mendengar lengking suara-suar seperti kolintang yang digoyang dengan kencang, beserta itu suara bergemuruh datang seperti tambur yang ditabuh bertalu-talu. Sontak mereka segera berdiri dan berlari mencari arah datangnya bunyi tersebut yang berada di bagian bawah bukit. Di pinggir bukit Nina, Arief dan Imam serta beberapa anggota Vertex melihat air berwarna kecoklatan menggulung rumah-rumah di desa yang ada di pinggir sungai. Mereka juga menyaksikan tempat penduduk menyaksikan rumah-rumah mereka mulai direndam banjir lumpur dari sungai Gegaris.

Konflik Internal: Arief, menghadapi realitas banjir bandang, bergulat dengan keinginan untuk membantu sebagai dokter dengan ketakutan dan keraguan tentang apa yang bisa dia lakukan. Ini menunjukkan reaksi awalnya terhadap insiden pemicu, menyoroti dilema moral dan emosional yang dia hadapi.

Beat 3: Menyoroti Ciri Unik Karakter Arief

  • Kepemimpinan di Tengah Krisis: Insiden pemicu ini memperlihatkan awal kepemimpinan Arief saat dia mengorganisir upaya penyelamatan, dari mulai hanya menjadi penonton dan kemudian menimbulkan keberaniannya dan kemampuan untuk mengambil tindakan cepat. Ini mengungkapkan karakternya yang sebenarnya: seorang individu yang, meskipun awalnya ragu karena tidak terencana dan sudah pasti akan tidak bisa memberikan pertolongan maksimal, tapi pada saatnya dapat naik ke atas saat dibutuhkan.

[notokuworo.]

One thought on “Bab 4. Amukan Gegaris

Leave a comment