Kembali ke Awal, sejenak.

Photo by Andrea Piacquadio on Pexels.com

Saya terlalu excited, sepertinya pada saat memulai kembali proses DWC dan menggunakan bahasa-bahasa metaforik, yang akhirnya mengaburkan kenapa saya membuat ini semua di blog ini. Saya lupa, ada momen feedback yang akan diberikan, dan tentu saja kejelasan dari apa yang ingin saya sampaikan jadi penting.

Tujuan penulisan pada 30DWC #45 ini bagi saya adalah memastikan dokumentasi pikiran tentang penyusunan Rumah Merah benar-benar clear, agar nantinya bila saya terhenti di satu titik tertentu saya bisa mencari lagi apa saja yang sudah saya lewati dan bisa memulainya tidak dari nol.

Jadi bentuk pendokumentasiannya tentu saja akan berupa apa saja yang saya lakukan untuk mendapatkan keseluruhan dari Rumah Merah ini. Sebuah novel yang sudah cukup lama idenya. Baiklah, mari kita mulai dari ide.

Ide dan premis

Ide Rumah Merah adalah: novel romansa tentang seorang dokter dan wartawati.

Lengkapnya bunyi premisnya demikian:

Setelah bencana alam menghancurkan desa terpencil, seorang dokter dan wartawati yang kebetulan berada di sana harus mengorganisir upaya penyelamatan dan perawatan medis, sambil melaporkan tragedi tersebut ke dunia luar.

Ide ini waktu itu terasa mentah sekali, dan sepertinya mudah selesai tanpa tantangan. Pahlawannya jelas. Kemudian berakhir dengan menyenangkan. Seberapa burukpun bencananya rasanya tega tega kalau tokohnya harus “dibunuh” dalam peristiwa. Harus ada kelanjutan dari bagaimana sebuah bencana bisa menahan dua peran ini. Datanglah ide berikutnya:

Ketika dokter menemukan penyebab penyakit misterius di desa adalah akibat polusi industri, ia bergabung dengan wartawati untuk mengungkap praktik buruk perusahaan tersebut. Mereka harus mengatasi ancaman dan manipulasi sambil membangun gerakan lingkungan di desa.

Saya mulai menggabungkannya menjadi: sebuah bencana yang menyatukan dokter dan wartawati ini membutuhkan penanganan penduduk yang terdampak bencana. Dalam penanganannya kemudian ditemukan bahwa dalam penanganan bencana ini ada praktek buruk sebuah perusahaan yang kemudian menjadi sebab kesulitan dalam penanganan pasca bencana.

Bencananya Apa?

Saya sempat memikirkan gunung meletus. Di kecamatan saya bertugas dekat dengan gunung Bromo. Hampir tiap lima tahun, Bromo biasanya batuk-batuk. Merasakan menjadi petugas pada masa itu rasanya masih bisa diingat sampai sekarang. Tapi kalo gunung meletus bencananya jadi terlalu besar untuk dikendalikan. Saya memikirkan kemenangan kemenangan kecil yang harus dirasakan oleh tokoh-tokoh kita.

Barulah kemudian Banjir Bandang masuk dalam pikiran. Idenya jadi nyambung begitu saja. Dr. Arief bertugas di satu kecamatan. Salah satu desanya terkena bencana banjir bandang dan Laila ditugasi untuk meliput. Sekarang mari memisah-misah dunia dari tokoh-tokoh kita.

Pemisahan Dunia

Sebagaimana saya yakini dalam kepenulisan fiksi. Struktur 3 babak, nampaknya adalah yang paling populer di dunia novelis-novelis yang menulis dengan menggunakan perencanaan (plotter). Meskipun ada pilihan seperti Hero’s Journey, Save The Cat Beatsheet, ataupun Derek Murphy’s 24 Chapters, kembali-kembalinya 3 babak itu tetap tergambar di dalam struktur-struktur yang disampaikan. STC dan DM24 sepakat sebenarnya di dunia kedua, ada pemisahan kira-kira separo novel.

Arkus klasik, 3 Arcs Structure, yang sudah dipadukan dengan STC beatsheet.

Dari sini saya mulai mengira-ngira:

  1. Babak 1. Ini adalah perkenalan tokoh-tokoh, protagonis, antagonis dan karakter-karakter pendukung. Memperlihatkan dunia awal yang menarik dan status quo. Pada bagian awal ada dua momen menarik. Katalis dan Break Into Two yang menandai berakhirnya babak pertama. Katalis adalah hal tidak biasa yang mulai membuat tidak nyaman dunia tesis dari tokoh-tokoh kita. Bencana banjir bandang. Untuk dr. Arief tentu saja suasana desa yang tadinya nyaman, berubah menjadi huru-hara. Di akhir babak 1 (Act 1) ini, dunia 1 atau yang pada STC lebih dikenal dengan dunia tesis, sudah tidak lagi merupakan pilihan dari tokoh-tokoh kita. Mereka harus menyeberang ke Dunia 2 (Antitesis).
  2. Babak 2. Babak ini adalah yang paling panjang menurut semua suhu-suhu plotters. Ada kurang lebih 50% lebih cerita berada dalam babak ini sebelum kemudian masuk ke babak ketiga (Sintesis). Saya adalah pemuja kesimetrisan. Jadi saya lebih senang cara pembagian dari Derek Murphy. Nanti setelah jadi bab saja panjang pendeknya saya sesuaikan. Apalagi sudah sesuai dengan Save The Cat beatsheet.
    • Babak 2A. Tentu saja disini sedang terjadi peristiwa penyelamatan bencana, bisa dibayangkan ada pengungsian yang harus diurus, di pengungsian rawan dengan berbagai hal-hal yang bisa jadi masalah. Anggap saja bagaimana mau nyaman mereka tidak punya baju. Mereka kurang persediaan makanan. Boleh jadi sudah terjadi wabah penyakit tertentu seperti diare. Psikologis terdampak bencana juga bisa mewarnai 25% babak menuju midpoint.
    • Babak 2B. Disinilah kekalahan-kekalahan mulai berdatangan. Masalah yang tadinya sudah ditangani kembali jadi masalah baru. Air bersih yang sudah didapat untuk tempat penampungan tiba-tiba jadi air beracun. Dan harus ditambahkan dengan berbagai ancaman kepada kedua tokoh kita ini. Agar pada saat nanti pada saat All is Lost, mereka benar-benar terpuruk.
  3. Babak 3. Babak ini ada klimaks di dalamnya. Jadi membalikkan keadaan harus benar-benar diperhitungkan. Karena menghadapi bencana, jumlah besar manusia dan belum menggali konflik internal. Ini rasanya bakalan ruwet. Tapi ini harus resolusi.

Nah begitu kira-kira langkah kedua dimana saya sudah mulai membentuk plot, sudah ada gambaran apa yang akan saya teruskan, tapi masih remang-remang. Karena itu perlu diperjelas melalui tahapan-tahapan. Apa terjadi pada siapa dan dimana.

Sebagian dari point-point itu sudah ada di dalam catatan-catatan. Oya saya melakukan pencatatan dengan menggunakan Obsidian, sedangkan untuk menulisnya akhirnya pilihan jatuh pada Novelcrafter, semata-mata karena terasa paling memenuhi kebutuhan dan cukup murah biaya perbulannya, untuk sebuah aplikasi berbayar.

Sebagian dari pemisahan dunia sudah ditulis di dalam Menolong Seekor Kucing. Dilakukan pembaharuan disini hanya untuk makin memperjelas apa-apa yang sebelumnya tidak dituliskan. Mulailah saya mengoleksi konflik.

Konflik

Konflik tampaknya selalu tentang bagaimana hambatan yang terjadi pada diri tokoh-tokoh yang menghalangi tujuannya dalam cerita.

Dr. Arief, pada cerita ini mempunyai tujuan:

  • menyelamatkan penduduk desa Wonoarto dari kesakitan.
  • mendapatkan cinta Laila.

Untuk memberikan halangan besar yang sulit dilampaui oleh Arief, kita berikan dia bencana, kesulitan pengelolaan pertolongan bencana, ketidakmampuan mewujudkan pelayanan yang baik, karena kurangnya sumberdaya. Persis begitu dibutuhkan sekali untuk mendapatkan bantuan, kita runtuhkan jembatan penghubung yang mungkin bisa digunakan untuk akses bantuan.

Tidak cukup disitu, Arief adalah tokoh yang sudah muncul dari lembar pertama, yang sudah bisa dipastikan adalah protagonis. Bila kita berikan protagonis seorang dewa tentu saja jadi tidak menarik. Karena itu saat menggambarkan Arief sebagai Protagonis, dia diberikan konflik internal. Arief mempunyai kecenderungan perfeksionis.

Tentu saja belum lengkap bila kita belum bumbui dia dengan jatuh cinta pada Laila. Laila adalah seorang yang easy-going (santai), jadi masalah besar pada saat seorang protagonis berhadapan dengan seorang yang santai. Tapi dalam situasi bencana, tidak cukup dengan ketelitian Arief, harus ada keluwesan Laila saat berhadapan dengan para pejabat. Harus ada penerimaan saat kegagalan sudah tidak terhindarkan.

Mencintai Laila jadi berat pada saat saingan yang sepadan tiba-tiba hadir. Saat jembatan kembali terhubung, seorang yang mencari tunangannya hadir di arena bencana. Andi kita hadirkan untuk kebutuhan itu. Andi harus disetel sebagai seorang yang konservatif.

Sampai di akhir, sanggupkan karakter Arief memperbaiki kecenderungannya sebagai seorang perfeksionis (konflik internal), sanggupkah ia menyikapi peraasaannya pada saat yang sama mengetahui bahwa Laila sudah mempunyai tunangan, bagaimana dengan perannya dalam bencana sebagai konflik eksternal yang menuntun plot.

Laila Sari. Tujuan menghadirkan Laila di arena bencana memang bukan sekedar peliputan berita, tapi untuk menyalurkan bantuan. Siapa sangka keinginannya untuk segera kembali pupus begitu dia baru saja melewati Jembatan Karangadi. Jembatan yang diterjang oleh ratusan pohon-pohon besar, sebagai puncak dari banjir bandang tak sanggup lagi bertahan. Terputus sudah jalan kembali. Laila yang ada di dunia kedua ini punya tujuan:

  • Menjadi partner Arief untuk bencana
  • Menjadi partner Arief untuk perfeksionisme-nya.

Bisakah Laila pada akhirnya memilih siapa yang menjadi pendampingnya. Apakah cinta yang tumbuh dari saling pemahaman akan kekurangan dalam situasi yang demikian sulit. Ataukah kembali pada pilihan aman yang sudah melingkar di jarinya.

Jadi kalau mau direkapitulasi, konflik yang kita hadirkan di dalam cerita ini:

  1. Bencana Banjir Bandang, dari sisi plot, ini adalah setir utama yang menentukan tempat, mengisolasi dan memberi panggung untuk dua sejoli menampilkan diri.
  2. Konflik internal Arief, mengatasi perfeksionisme.
  3. Konflik mereka bertiga, Arief, Andi dan Laila, romansa di tengah bencana.

Masih ada beberapa subplot yang saya pikirkan untuk ditambahkan pada novel ini. Mari kita kumpulkan dulu orang-orang yang akan berperan dalam cerita ini.

Karakter

  • Arief Rahman, protagonis, seorang dokter yang bertugas di Puskesmas Wanasari. Saat cerita ini dimulai Arief sudah menjalani pengabdiannya di Wanasari selama dua tahun.
  • Laila Sari, protagonis, karakter utama sekunder, seorang wartawati. Saat ini bekerja di Ibu Kota Jakarta.
  • Kita membutuhkan beberapa karakter pendukung di Puskesmas Wanasari, sebut saja Bu Ana (Sutiana), Mas Imam (Imam Sutanto) yang sehari-hari sebagai perawat-perawat.
  • Dua karakter pendukung untuk Laila bisa berupa kolega wartawan atau atasannya, dan pada saat Laila datang ke Wanasari bisa kita temani dengan seorang fotografer, Rian (Rian Anggara).
  • Andi Pratama, meskipun baru setengah main kita keluarkan perannya, tapi masuk jajaran tokoh utama. Karena nantinya dia harus bisa juga melewati arkus karakter. Setidaknya termasuk yang diperhatikan.
  • Ada kebutuhan antagonis bisa diberikan perannya pada Surya Prakoso, seorang pengusaha, pemilik pabrik yang nanti akan menjadi masalah di pertengahan cerita. Dan seorang pejabat yang menjadi komplotan dari Surya, sebut saja namanya Hartono., bekerja di Kabupaten, memiliki akses yang luas, termasuk kepada begundal-begundal.
  • Untuk menimbulkan peran Bukit Sebahu dan Hutan Bacan di dalam cerita ini, perlu dimasukkan sebelum bencana banjir datang adalah para mahasiswa-mahasiswi pencinta alam. Mereka akan meretas jalan ke puncah sebahu, dimana dari sana nanti akan terlihat Rumah Merah.
  • Kita juga perlu tokoh yang lucu, seorang pemuda desa, dan tokoh yang menyebalkan, orang LSM. Kebutuhan untuk karakter komik ini untuk mengisi ruang-ruang kosong Arief dan Laila. Sedangkan si LSM akan kita gunakan untuk jadi mirror plot.
  • Kita juga perlu orang-orang yang selalu ada di sebuah kecamatan, tentu saja, Bu Camat Ratna Hayati, Pak Danramil dan Pak Kapolsek. Mungkin seorang Kasie Kesra sebagai penghubung dengan Puskesmas nantinya.
  • Satu dua kepala desa, untuk meningkatkan kewaspadaan banjir yang mereka pernah berpengalaman di masa lampau.

Sementara cukup untuk orang-orang yang diberi nama dan muncul agak sering dalam beberapa adegan (scene). Sambil nanti didetilkan ke outline chapters, scenes dan beats masih bisa ditambahkan. Sekarang kita garap panggungnya.

Lokasi

Ini yang agak diluar dugaan. Sebelumnya saya merencanakan ini terjadi di desa-desa kecamatan Sukapura, yang langsung tidak mungkin terjadi karena Sukapura tempatnya tinggi. Membayangkan disana terjadi banjir maka berarti kota Probolinggo akan tenggelam. Saya langsung menghilangkan kemungkinan menggunakan nama-nama asli dari tempatnya. Mari kita bangun tempat imajiner. Setting yang diperlukan agar sesuai dengan bencana.

  • Pertama tentu saja kecamatan dan desa-desanya. Kita sudah memahat nama Wanasari sebagai kecamatan, desa tempat pusat pemerintahan kecamatan berada dan sekaligus untuk nama Puskesmas, yang memang biasanya selalu sama dengan nama kecamatannya. Kita punya beberapa belas sampai sekitar 20.000 penduduk sudah cukup ramai. Desanya enam saja. Biar tidak membuat kebingungan yang membaca, saya bisa membayangkan penugasan saya di Puskesmas di Kalimantan Selatan saat itu satu kecamatan ada 26 desa. Menghapalnya saja membutuhkan waktu bulanan. Berhubung kita akan menimpakan bencana banjir bandang disini, maka sungai adalah kebutuhan berikutnya. Kita namai Sungai Gegaris, yang membelas Wanasari di bagian terluar, desa Karangadi, kemudian menyusur pinggir kecamatan menuju ke desa Wonoarto.
  • Desa Wonoarto adalah situs bencana. Sebentar lagi akan kita tenggelamkan dalam lumpur dan materi longsor dari daerah pegunungan. Wonoarto juga punya bukit Sebahu, tidak terlalu tinggi tapi datarannya (kaki bukit) bisa digunakan untuk menyelamatkan diri pada saat bencana datang. Selain bukit juga ada Hutan Bacan, yang nantinya akan menjadi pelarian dari para penjahat yang menculik Laila.
  • Bangunan yang saya perlukan ada Kantor Kecamatan, bagian kantor kecamatan yang akan jadi markas The Vertex., Puskesmas dan ruang-ruangnya, Rumah Dinas Dokter Puskesmas, Posko Bencana, Tempat Penampungan Pengungsi, Pabrik Suryawana, Kantor Dinamika dan tentu saja, Rumah Merah.

Codex lainnya

  • Kelompok The Vertex sebagai kelompok mungkin perlu mewarnai bagian awal.
  • Di tengah-tengah bisa juga LSM yang dimanfaatkan.
  • Sebuah Legenda tentang mata air bisa dibuatkan.
  • Beberapa subplot yang sudah ada dalam kepala saya antara lain:
    • Kisah cintanya Laila dan Andi
    • Kisah para pencinta alam
    • Ada beberapa efek samping bencana, penaklukan kesulitan dan beberapa cerita dari beberapa orang seperti juga sudah direka-reka di saat membicarakan karakter.

Outline

Saya akan menggunakan pola yang dibuat oleh Derek Murphy untuk menyusun Bab demi Bab. Sebagaimana yang sudah saya susun diatas. Kemudian saya akan melengkapi bab dengan ringkasan bab. Dan menyusun adegan di post mengenai bab. Seharusnya bila tepat seperti yang disampaikan di bawah ini, maka sudah ada 32 post tentang adegan di dalam bab, ditambah beats.

Bab 1.

Arief dan Laila diperkenalkan dalam dunia biasa mereka, menghadapi konflik atau masalah yang mencegah mereka mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam bentuk kecil. Tidak harus selesai. Setidaknya sudah muncul di bagian depan.

Melalui perenungannya Arief menjadi karakter tiga dimensi dengan kekurangan perfeksionismenya, keinginan-kenginan, dan ciri kepribadian uniknya. Dari sisi penulis, penetapan tujuan Aries sudah dilakukan. Sementara Laila yang digambarkan sebagai easy going (santai).

Kebutuhan dasar mereka sampai akhir cerita sudah harus tergambar di bab ini. Ditambah dengan scenes tentang:

  • Surya yang sedang menerima tamu dan pembicaraan misterius. Ini diharapkan akan membangun dark power sedikit demi sedikit.
  • Perbincangan Kepala Desa Wonoarto tentang air Sungai Gegaris yang makin naik.

Bab 1 mungkin bisa diakhiri dengan kontemplasi Arief tentang pembicaraan pagi tadi dengan pasiennya.

Bab 2.

Sebuah perbincangan tentang bagaimana Pabrik Suryawana oleh pegawai-pegawai yang bernaung di teras Puskesmas, sempat menjadi perhatian Arief. Tapi masalah di UGD kemudian lebih menarik fokus.

Surat dari Nina dan grup The Vertex datang di Wanasari, diterima oleh Arief Mereka merencanakan akan naik ke Sebahu.

Bab 3.

Dalam bab “Meraih pada Jerami”, protagonis berjuang untuk mendapatkan kembali kontrol atas dunia biasa mereka saat kemunduran meningkat dan masalah memburuk.

Mereka menangkap sekilas dunia yang berbeda dan merasakan tarikan ke arah itu, menyebabkan mereka mempertanyakan pilihan mereka dan menjadi kritis terhadap situasi saat ini.

Meskipun memiliki perasaan ini, protagonis masih ingin mempertahankan kontrol dan tetap dalam dunia biasa, bergumul dengan konflik internal dan perspektif yang berkembang.

Inciting Incident

Sungai Gegaris mengamuk, semua yang dilewatinya diberakinya lumpur. Desa Wonoarto lumpuh. Pemandangan kehancuran desa juga bisa dilihat dari Bukit Sebahu. Arief yang sedang menikmati pemandangan di Bukit Sebahu bersama dengan Vertex, melihat langsung gelombang air membawa lumpur menenggelamkan Wonokarto.


Bab 4

Dalam bab “Panggilan untuk Petualangan”, protagonis disajikan dengan kejadian luar biasa, undangan, atau misi yang tidak bisa diabaikan atau diselesaikan dengan mudah.

Kejadian signifikan ini memaksa protagonis untuk meninggalkan tujuan sebelumnya dan menghadapi tantangan baru yang muncul.

Reaksi dan keadaan emosional protagonis, dipengaruhi oleh kekurangan dan keadaan unik mereka, sangat penting untuk memahami bagaimana mereka mulai melawan perkembangan baru ini, menyiapkan panggung untuk perjalanan mereka ke dalam yang tidak diketahui.

Bab 5

Dalam bab “Kepala dalam Pasir”, protagonis menolak untuk menerima realitas dari Panggilan untuk Petualangan, mencoba mengabaikan intrik yang bertambah, ketegangan, dan misteri. Mereka menolak menghadapi tantangan baru dan memasuki Dunia Baru, merindukan kehidupan biasa mereka sebelumnya.

Saat penyesalan dan keraguan membangun, peristiwa terus bertentangan dengan Dunia Biasa mereka, menggambarkan respons emosional protagonis dan ketidakmampuan mereka untuk mempertahankan keberadaan sebelumnya.

Bab 6

Dalam bab “Kepala dalam Pasir”, protagonis menolak untuk menerima realitas dari Panggilan untuk Petualangan, mencoba mengabaikan intrik yang bertambah, ketegangan, dan misteri. Mereka menolak menghadapi tantangan baru dan memasuki Dunia Baru, merindukan kehidupan biasa mereka sebelumnya.

Saat penyesalan dan keraguan membangun, peristiwa terus bertentangan dengan Dunia Biasa mereka, menggambarkan respons emosional protagonis dan ketidakmampuan mereka untuk mempertahankan keberadaan sebelumnya.

First Plot Point

Banjir susulan. Membawa material kayu, Jembatan Karangadi runtuh

Pemisah bagian Titik Alur Pertama menandai titik balik utama dalam cerita, dengan peristiwa yang menjadi semakin aneh dan menarik.

Protagonis, yang awalnya mencoba mengabaikan masalah ini, akhirnya dipaksa untuk bertindak, meninggalkan dunia biasa.

Peristiwa signifikan, seperti pengungkapan, kematian, atau bencana, menghancurkan pemahaman sebelumnya dan membuat mereka merasa rentan. Adegan tak terlupakan ini mungkin merupakan lompatan metaforis daripada perubahan lokasi fisik.

Transisi bisa disimbolkan oleh sebuah objek atau tercermin dalam lingkungan, dengan kilatan warna yang menyampaikan suasana hati. Pada akhir Bab Satu, semua karakter utama harus diperkenalkan, menandai momen kritis dalam cerita yang berdampak pada perjalanan protagonis.

Bab 7

Dalam bab “Musuh & Sekutu”, protagonis memasuki Dunia Baru, menavigasi lingkungan baru dan menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari yang telah berubah.

Saat mereka mencoba menyesuaikan diri dengan peran baru mereka, mereka bertemu dengan karakter utama, termasuk sekutu potensial, musuh, mentor, atau minat cinta. Protagonis mungkin menghadapi skeptisisme, intimidasi, atau dukungan dari rekan baru mereka, sementara antagonis diperkenalkan atau ditunjukkan.

Bab ini menetapkan ekspektasi untuk tantangan yang akan datang, serta panduan protagonis untuk membantu mereka melewati wilayah yang tidak dikenal.

Bab 8

Dalam bab “Permainan & Ujian”, protagonis menghadapi tantangan dan kegembiraan dari Dunia Baru, bertemu dengan karakter baru dan belajar menavigasi lingkungan baru mereka.

Tahap ini juga mungkin memperkenalkan konflik dengan minat cinta, serta membutuhkan protagonis untuk menjalani pelatihan atau belajar untuk memanfaatkan kemampuan baru yang ditemukan. Frustrasi protagonis, keraguan diri, dan perasaan tidak berada di tempat yang semestinya menciptakan koneksi dengan pembaca, sementara aspek unik dari Dunia Baru ditampilkan melalui tindakan dan pelatihan protagonis.

Bab 9

Dalam bab “Mendapatkan Penghargaan”, protagonis mencapai kemenangan kecil, menunjukkan kemampuan mereka kepada sekutu dan musuh. Pencapaian ini membantu mendapatkan penghargaan yang enggan dan menumbuhkan rasa memiliki, yang mengarah pada peningkatan kepercayaan diri protagonis.

Tahap ini mengeksplorasi sifat kemenangan kecil, reaksi sekutu, dan pertumbuhan kepercayaan diri baru protagonis.

First Battle

Titik Penyempitan Pertama menandai pemisah bagian penting dalam cerita, di mana protagonis menghadapi interaksi utama pertama mereka dengan antagonis atau kekuatan jahat. Konfrontasi ini tidak harus menjadi pertarungan harfiah, tetapi berfungsi untuk meningkatkan taruhan dan ketegangan.

Protagonis mungkin belum sepenuhnya memahami situasi tetapi menemukan diri mereka di pusat konflik. Adegan ini harus intens dan mendesak, mendorong identitas diri protagonis ke batasnya. Pertimbangkan menggunakan pengaturan dan karakter untuk mencerminkan suasana hati, membuat adegan menjadi berkesan dan epik.

Titik balik penting ini memerlukan jeda untuk memahami dampaknya pada protagonis sebelum melanjutkan dengan bab berikutnya.

Bab 10

Taruhannya ditingkatkan karena kekuatan keburukan menjadi lebih jelas, dan antagonis diungkapkan. Setelah mendapatkan kepercayaan diri, protagonis sekarang menghadapi bahaya se

jati dan implikasi dari keterlibatan mereka.

Konflik ini, baik langsung maupun tidak langsung, memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan akhir antagonis, merendahkan protagonis.

Bab ini harus menggambarkan keberhasilan kecil bagi protagonis dan sekutunya, meningkatkan ketegangan saat kekuatan antagonis bekerja menuju tujuan yang sama. Dengan menyoroti pemahaman baru protagonis tentang antagonis dan kerendahan hati yang dihasilkan, intensitas cerita semakin meningkat.

Bab 11

Protagonis merasa kewalahan dan dibiarkan dalam kegelapan setelah menghadapi tantangan di bab sebelumnya. Menyadari sekutunya menyembunyikan informasi tentang bahaya dan tingkat ancaman sebenarnya, mereka mengalami perasaan eksklusi dan alienasi.

Mereka menghadapi sekutu, menuntut jawaban, dan awalnya ditolak, diberi tahu bahwa mereka belum siap atau perlu mengembangkan kekuatan mereka lebih lanjut.

Adegan ini harus menangkap kepercayaan diri protagonis yang goyah baik pada sekutu dan diri mereka sendiri, sambil juga menampilkan tekad baru mereka untuk berdiri untuk apa yang mereka pantas dapatkan.

Bab 12

Protagonis menemukan informasi kritis yang mengubah pandangan dunia mereka, mengungkapkan sepenuhnya kekuatan antagonis, latar belakang masalah, dan apa yang mereka hadapi. Mereka juga mungkin melihat sekutu dalam cahaya baru atau mengembangkan empati untuk sudut pandang antagonis.

Dengan pemahaman komprehensif ini, protagonis harus secara sadar memilih apakah akan berkomitmen pada perjalanan ke depan atau tidak.

Informasi baru ini dan keputusan protagonis untuk maju atau tidak menciptakan titik balik yang menarik dan menarik dalam cerita, lebih lanjut melibatkan pembaca.

Midpoint

Di titik tengah novel, protagonis berubah dari peran defensif, reaktif menjadi proaktif, bertekad untuk melawan dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menang. Titik balik ini mungkin dipicu oleh kemarahan terhadap antagonis, perspektif baru, atau peningkatan kepercayaan diri.

Tidak lagi berperan sebagai korban, protagonis mempertanyakan identitas mereka dan mengalami perubahan perspektif, sering kali disimbolkan oleh sebuah objek atau kilasan warna dalam pengaturan yang luar biasa. Perubahan signifikan dalam sikap protagonis menandai titik balik penting dalam cerita, memaksa pembaca untuk dengan antusias menantikan langkah protagonis selanjutnya.

Bab 13

Pada tahap ini, protagonis berubah dari peran pasif, reaktif menjadi sengaja, aktif, bergerak dari korban menjadi pejuang. Bersenjatakan informasi baru, latar belakang, dan pemahaman tentang risiko, mereka membuat keputusan sadar untuk melanjutkan.

Titik ini mungkin mencakup pengungkapan atau twist signifikan, menyebabkan protagonis meragukan keputusan mereka dan menghadapi kelemahan mereka.

Melalui refleksi diri yang dalam, protagonis mendefinisikan siapa yang ingin mereka jadi, tetapi mereka belum sepenuhnya siap untuk menghadapi cacat fatal mereka.

Bab 14

Protagonis, sekarang sepenuhnya berkomitmen, menyusun rencana serangan bersama sekutu mereka untuk menangani masalah dari Bab 11 dan menghadapi antagonis. Sesi perencanaan mencakup niat antagonis, tindakan yang diperlukan untuk menghentikan mereka, dan apakah protagonis dan sekutu akan menghadapi kekuatan antagonis secara langsung atau mengatasi masalah utama.

Selain itu, tahap perencanaan mempertimbangkan rintangan potensial yang mungkin disajikan antagonis untuk menghambat kemajuan protagonis, menjaga antagonis selangkah lebih maju untuk saat ini

Bab 15

Protagonis, sekarang dipercaya dengan tugas kritis sebagai bagian dari strategi keseluruhan, diberi kesempatan untuk membuktikan diri dalam situasi dunia nyata. Saat tim mulai lebih percaya kepada protagonis, mereka mengambil peran yang memiliki tanggung jawab signifikan untuk hasil konflik.

Taruhannya meningkat secara emosional saat protagonis harus memutuskan apakah akan sepenuhnya menerima tanggung jawab ini atau mempertahankan jarak tertentu dari konflik.

Second Battle

Dalam pertarungan kedua yang akan datang, protagonis menghadapi kekuatan yang mewakili kepentingan antagonis, bukan antagonis itu sendiri. Meskipun peluang sukses tipis, protagonis merasa bertanggung jawab atas hasilnya dan bertekad untuk melihatnya sampai akhir.

Konfrontasi ini mengungkapkan bahwa mereka telah meremehkan kekuatan antagonis, menyebabkan kekalahan atau meramalkan taruhan lebih tinggi dalam pertemuan besar berikutnya.

Pemisah bagian ini menandai titik balik penting dalam cerita, dengan perubahan yang akan mempengaruhi protagonis saat mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Bab 16

Dalam pertarungan kedua, protagonis dan sekutu mereka secara langsung menghadapi kekuatan tingkat tinggi antagonis, setelah diremehkan dalam konflik pertama. Mereka melaksanakan rencana mereka, yang mungkin melibatkan infiltrasi ke sarang antagonis atau mencoba mencuri barang penting.

Tujuan dan tingkat kekuatan yang mereka temui meningkatkan ketegangan dan meninggalkan protagonis dalam situasi yang genting, semakin menekankan taruhan dan tantangan yang mereka hadapi.

Bab 17

Rencana protagonis berantakan dengan bencana, menyebabkan konsekuensi serius seperti kematian sekutu, cedera permanen, atau kehilangan sumber daya vital. Kegagalan bisa berasal dari berbagai faktor, mengakibatkan identitas terungkap dan strategi hancur.

Adegan dramatis ini memperkuat tantangan yang dihadapi oleh protagonis dan sekutu mereka, meninggalkan mereka dalam keadaan ketidakpastian dan meningkatkan taruhan untuk kedua karakter dan pembaca.

Bab 18

Protagonis mengungkap informasi penting tentang identitas sejati antagonis atau rencana penuh mereka, memperburuk situasi mereka. Kewalahan oleh rasa bersalah dan kemarahan atas kegagalan mereka dan kecerdikan antagonis, protagonis merasa bertanggung jawab telah mengecewakan semua orang.

Pengungkapan ini meningkatkan taruhan, memperkuat ketegangan, dan menanamkan benih keraguan, membentuk rencana dan keputusan masa depan sambil berdampak besar pada keadaan emosional, keinginan, dan kebutuhan protagonis.

Second Plot Point

Titik alur kedua menjerumuskan protagonis ke dalam jam tergelap mereka, di mana mereka menderita kekalahan yang menghancurkan, sering kali karena cacat karakter mereka sendiri atau kurangnya pengetahuan. Saat ketakutan terburuk mereka menjadi kenyataan, mereka kehilangan semua harapan dan menyerah pada kegagalan.

Kehilangan yang menghancurkan ini memicu perubahan pola pikir, memaksa protagonis untuk meninggalkan keinginan awal mereka dan mengejar arah baru. Ketika mereka mengakui dan menghadapi apa yang telah menahan mereka, mereka akhirnya berubah menjadi pahlawan yang dibutuhkan untuk mengalahkan penjahat.

Adegan menyayat hati ini melibatkan konsekuensi signifikan dan tidak dapat diubah untuk protagonis atau sekutu mereka, berfungsi sebagai pengingat menyentuh tentang taruhan yang terlibat dalam perjalanan mereka.

Bab 19

Protagonis, menghadapi Malam Gelap Jiwa, kehilangan kepercayaan diri dan menyerah setelah kekalahan yang menghancurkan. Mereka meremehkan antagonis, dan rencana gagal mereka membuat mereka merasa tak berdaya, putus asa, dan dipenuhi dengan keraguan diri.

Saat mereka bergulat dengan konsekuensi dari kegagalan mereka, mereka mungkin mengalami rasa bersalah dan tanggung jawab atas hasil yang mengerikan.

Bab ini menekankan penurunan kondisi mental protagonis, baik itu kemarahan, depresi, atau rasa bersalah, dan meningkatkan taruhan, membuat kemenangan tampak tidak dapat dicapai.

Bab 20

Dalam kedalaman keputusasaan, protagonis menerima dorongan dan pembicaraan semangat dari seorang sekutu, menarik mereka keluar dari siklus depresif. Ini mungkin termasuk pengungkapan yang rentan tentang masa lalu, identitas, atau cacat fatal protagonis, menawarkan wawasan ke dalam perjuangan mereka.

Meskipun cacat fatal mungkin tidak sepenuhnya terselesaikan, protagonis mulai menghadapinya. Kata-kata sekutu membantu membangun kembali kepercayaan diri protagonis dan menyoroti taruhan, menginspirasi mereka untuk memilih jalan baru ke depan.

Bab ini tidak hanya menyalakan kembali keberanian protagonis tetapi juga mengingatkan pembaca mengapa menyelesaikan masalah itu penting.

Bab 21

Protagonis, setelah mengatasi cacat fatal mereka, meraih pedang, membuat pilihan sadar untuk melanjutkan meskipun peluang sukses tipis. Sebuah potongan informasi kritis yang tersembunyi diungkapkan untuk memberi mereka dorongan yang sangat dibutuhkan.

Saat protagonis dan sekutu bersiap untuk pertempuran terakhir, mereka mempersiapkan diri dengan mendapatkan barang-barang penting, mengumpulkan kekuatan, atau merumuskan rencana. Bab ini menyoroti tekad mereka untuk menghadapi antagonis, melibatkan pembaca dalam keputusan mereka untuk maju melawan segala rintangan.

Final Battle

Dalam pemisah bagian pertempuran terakhir, protagonis, setelah menerima pembicaraan semangat dari seorang teman dekat, menemukan tekad untuk menghadapi antagonis meskipun peluangnya tampaknya tidak ada. Awalnya, mereka gagal dan ditangkap, tetapi dalam sebuah kejutan, mereka menggali dalam diri mereka sendiri, menemukan motivasi dan ketekunan untuk bertahan.

Mereka membuka akses ke senjata rahasia atau pengetahuan baru, yang memungkinkan mereka untuk mengalahkan antagonis.

Titik balik besar dalam cerita ini secara dramatis mempengaruhi protagonis, memaksa mereka untuk tumbuh, berubah, atau membuat realisasi kritis. Narasi kemudian melanjutkan untuk mengeksplorasi konsekuensi dari peristiwa klimaks ini.

Bab 22

Dalam momen krusial “Semua Hilang”, protagonis, masih belum sepenuhnya memahami cacat fatal mereka, dengan percaya diri memasuki pertempuran terakhir hanya untuk menghadapi kekalahan ultimat di tangan antagonis. Saat protagonis dipermalukan dan dipaksa untuk menghadapi cacat sejati mereka, mereka dibawa ke titik terendah, tampaknya tanpa harapan kemenangan atau penebusan.

Naratif menekankan pergolakan mental dan emosional protagonis saat mereka bergumul dengan situasi yang mengerikan, kehilangan sekutu, dan realitas dari cacat mereka. Ini adalah jam tergelap di mana protagonis akhirnya menyadari sifat cacat mereka dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.

Bab 23

Di ambang kekalahan, protagonis memperoleh pemahaman baru tentang luka yang belum sembuh dan memutuskan untuk me

lepaskan keinginan mereka untuk mencapai kemenangan. Dengan merangkul kebutuhan mereka dan bersedia berkorban, mereka mengungkapkan senjata rahasia, kemampuan, atau sekutu tak terduga yang telah diabaikan sepanjang cerita.

Kegembiraan antagonis terpotong saat protagonis menjalani transformasi akhir dalam lengkung karakter mereka, mengarah ke kemenangan yang memuaskan dan meriah. Adegan klimaks ini mungkin juga melibatkan pengorbanan lebih lanjut, termasuk kehilangan sekutu atau bahkan protagonis itu sendiri, meningkatkan dampak emosional dari kemenangan mereka.

Bab 24

Protagonis keluar sebagai pemenang dari pertempuran, mengarah ke periode perayaan yang gembira atau refleksi pahit manis. Mereka mungkin hanya mengusir antagonis atau mengalahkan antek yang lebih rendah, tetapi mereka pasti telah berubah sebagai orang.

Saat mereka kembali ke Dunia Biasa yang telah berubah, mereka mungkin melepaskan objek simbolis yang telah mereka pegang, menandakan pertumbuhan mereka.

Dalam denouemen ini, ujung longgar dalam cerita protagonis dan karakter lainnya diikat, dan narasi ditutup dengan rasa resolusi, kecuali cerita berlanjut dalam bab berikutnya.

Resolution

Setelah kembali ke Dunia Biasa, protagonis berubah, telah mencapai kemenangan, meskipun mungkin sementara dalam kasus seri. Kepercayaan diri baru mereka, persahabatan, dan harapan untuk masa depan memungkinkan mereka untuk menghadapi tantangan sebelumnya atau pengganggu, yang sekarang tampak sepele.

Kekalahan antagonis menandai perubahan signifikan dalam kehidupan protagonis, saat mereka merenungkan kehilangan dan keuntungan mereka, disimbolkan oleh objek tertentu, menyoroti pertumbuhan mereka dan dampak dari perjalanan mereka.

Leave a comment